Diberdayakan oleh Blogger.

Rabu, 22 Oktober 2014

TANTANGAN KONSELING DALAM PERSAINGAN INTERNASIONAL


Dunia Dalam Gengaman     
Kemajuan teknologi telah dirasakan merambah dalam segala bidang kehidupan. Semua asepk kehidupan sudah tidak lagi dapat dipisahkan dari perkembangan teknologi. Manusia dalam belajar, berlari, makan, minum, bekerja, santai dan segudang aktifitas lain dilayani mesin. Manusia dihadapkan dengan kehidupan serba canggih, seba cepat dan serba dinamis. Penguasaan teknologi menjadi harga mati untuk masuk dan menghadapi persaingan.
Kemajuan juga tidak hanya sebatas pada kehidupan dunia industry saja, dunia pendidikan juga memperoleh kemajuan yan dihembuskan di abad 21 ini. Sistem pendidikan e-learning menjadi jargon yang digaungkan seluruh instansi pendidikan yang ingin bersaing di ranah internasional. Digital conference, digital class, long distant learning, dan berbagi prodak lain ditawarkan untuk menjadi solusi dalam menghadapi keterbatasan ruang dan waktu. Siswa tidak perlu lagi datang ke kelas. Presensi, materi, bahan ajar, tugas, evaluasi bisa dilakukan pendidik dari manapun dibelahan di dunia ini, asalkan mereka terkoneksi ke dalam satu jaringan super luas “internet”. Portable computer, I-Pad, Android, Smart Phone, dan berbagi jenis gadget lain menjadi barang yang wajib dimiliki. Dunia seolah-olah ada dalam genggaman, jari-jari dapat membawa kita berkelana kemanapun ketempat yang kita mau.
Dengan kemajun yang sangat cepat, peserta didik boleh sekolah dimana saja bahkan jauh dari negara tempat dia berada. Sitem Open University dan long distant Learning tadi menjadi solusinya. Batas budaya menjadi bisa dirasakan, batas negara tidak berarti apa-apa selain menjadi batas kedaulatan secara de Jure. Kita dapat mengakses pendidikan dimanapun di sekolah di dunia ini, asal kita mampu bersaing.
Kemajuan dalam pendidikan seperti yang telah dijelaskn tadi tentu membawa dampak dalam dunia konseling. Khususnya konseling dalam dunia pendididkan. Karena keterbukaan begitu terasa dimana-mana, konselor pada akhirnya dihadapkan dengan peserta didik yang majemuk secara budaya. Banyak siswa yang pergi ke luar kota, bahkan pergi ke berbagai negara untuk mencari pendidikan. Banyak diantara mereka yang dapat menyesuaikan diri dengan baik dengan budaya baru di luar budaya asal mereka. Namun, tidak sedikit dari mereka yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan baik. Bahkan ada diantara mereka yang mengalami culture lag (ketertingalan/ketimpagan budaya) (J.P Chaplin, 2011: 120). Mereka tidak hanya tidak mampu menyesuaikan diri namun menjadi sumber masalah karena mengalami pergesekan dengan budaya lain sesama pendatang.
Bagaimana dengan Pelayanan Konseling
Pelayanan konseling menjadi suatu pekerjaan rumah yang sangat besar. Konseling harus mampu juga bertransformasi dalam perkembangan teknologi yang begitu pesat. Isu konseling di dunia maya (e-counseling/ cyber counseling), makin deras dirasakan. Mahasiwa dan pelajar yang melangsungkan pembelajaran jarak jauh (PJJ) tentu akan memiliki keterbatasan waktu untuk bertemu langsung dengan konselor. Jangankan dengan konselor, dengan pendidik dan pengampu mata pelajaran/kuliahpun bisa dihitung dengan jari. Tentu hal ini berdampak besar dalam dunia konselor. Kondisi pembelajaran akan merujuk kepada kondisi yang majemuk, multikultural, dan akan dihadapkan pada perbedaan budaya yag sangat kompleks.
Jika dihadapkan dengan kondisi di atas tadi, konselor harus tetap mampu memberi pelayanan kepada seluruh konseli dari seluruh kebudayaan dan latar kehidupan yang ada. Universalisme pelayanan tetap menjadi acuan untuk mampu dilaksanakan. Konsling yang memahami kondisi latarbelakang kebudayaan konseli menjadi solusi untuk menjamin pelyanan tetap berlangsung dengan baik. Atas kebutuhan ini pula, kemudian lahir studi mengenai konseling lintas budaya. Di Indonesia saja, terdapat lebih dari 1.000 etnis dan 700 bahasa. Dengan demikian naif jika psikologi—dan konseling tentunya—yang diterapkan di Indonesia disamakan dengan masyarakat di belahan dunia lain. (Sarlito W. Sarwono, 2014).
Pemahaman mengenai latar belakang konseli perlu dilakukan secara mendalam dan dilakukan dengan baik oleh konselor. Hal ini tidak menandaskan bahwa konselor harus menguasai dan memahami segalanya mengenai konseli. Yang terpenting adalah konselor memiliki beberapa bekal untuk mampu melaksanakan pelayanan dengan baik. Kemampuan dalam mendalami konseli dari segi budaya dapat membantu konselor memberikan arahan yang tepat. Atas dasar itu konseling lintas budaya menjadi hal yang penting untuk dikuasai oleh konselor (Anak Agung Ngurah A, 2013). Memahami nilai dasr dari budaya konseli mampu menjadi solusi dalam memahami kemajemukan konseli dan merupakan usaha untuk memberikan pelayanan yang terbaik.
DAFTAR PUSTAKA
Chaplin, J.P. 2011. Kamus Lengkap Psikologi Terj. Kartini Kartono. Jakarta: Rajawali Pers.
Adhiputra, Anak Agung Ngurah. 2013. Konseling Lintas Budaya.Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sarwono, Sarlito Wirawan. 2014. Psikologi Lintas Budaya. Jakarta: Rajawali Pers.

0 komentar:

Posting Komentar