Karakteristik Peserta
Didik pada Jenjang Sekolah Dasar (SD)
Banyak
karakteristik yang dimiliki oleh anak usia sekolah dasar, diantara
karakteristik itu diantaranya dilihat dari sudut pandang perkembangan yang
dikaji oleh ilmu psikologi perkembangan. Peserta didik pada jenjang sekolah dasar
umumnya dimulai dari usia sekitar 6/7 tahun sampai dengan usia 11/12 tahun.
Rentang usia tersebut dalam psikologi perkembanagn dikenal dengan tahap akhir
masa anak-anak, oleh karena itu perlu kita mengkaji tahap ini untuk mengetahui
karakteristik peserta didik SD dilihat dari proses tumbuh kembangnya.
Hurlock (1980: 146) menjelaskan bahwa
pada masa akhir anak-anak diberi label oleh orang tua sebagai usia yang menyulitkan.
Hal ini karena pada tahap ini anak tidak
mau lagi menuruti perintah dan di mana ia lebih
banyak dipengaruhi oleh teman
sebaya daripada oleh orang tua dan keluuarga lainnya. Selain istilah penyebutan
diatas, orang tua juga memiliki istilah penyebutan lain untuk tahap ini yaitu usia
tidak rapih dan usia bertengkar
Jika dilihat dari kacamata pendidik,
istilah yang dipakai untuk menyebut akhir masa anak-anak sebagai usia sekolah
dasar. Namun bagi para psikolog akhir masa anak-anak dianggap sebagai usia
berkelompok. Usia berkelompok adalah masa dimana perhatian pokok anak adalah
dukungan dari teman-teman sebaya dan keanggotaan dalam kelompok. (Andrew
Mckeever dalam Hurlock, 1980: 147).
Seperti tahap lain pada proses perkembangan, pada
usia sekolah dasar (akhir masa anak-anak) ada pula tugas perkembangan yang
harusnya terselesaikan secara matang. Adapun tugas-tugas perkembangan yang
harus dicapai oleh anak-anak pada masa usia sekolah dasar menurut Achmad Juntika Nurihsan (2010: 51) adalah
sebagi berikut:
- Menanamkan serta mengembangkan kebiasaan dan sikap dalam beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
- Mengembangkan keterampilan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung;
- Mengembangkan konsep-konsep yang perlu dalam kehidupan sehari-hari;
- Belajar bergaul dan bekerja dengan kelompok sebaya;
- Belajar menjadi pribadi yang mandiri;
- Mempelajari keteampilan fisik sederhana yang diperlukan, baik untuk permainan maupun untuk kehidupan;
- Mengembangkan kata hati, moral, dan nilai-nilai sebagai pedoman perilaku;
- Membina hidup sehat untuk diri sendiri dan lingkungan;
- Belajar menjalankan peranan sosial sesuai dengan jenis kelaminnya;
- Mengembangkan sikap terhadap kelompok dan lembaga-lembaga sosial; serta
- Mengembangkan pemahaman dan sikap awal untuk perencanaan masa depan.
Masa Sekolah Dasar adalah masa anak belajar bersosialisasi sumber : http://i2.cdn.turner.com/cnn/dam/assets/140315063011-02-malaysia-missing-plane-0315-horizontal-gallery.jpg |
Tentunya dalam proses perkembangan yang
terjadi, anak-anak tidak sedikit yang mengalami hambatan dan permasalahn yang
tentunya membutuhkan penanganan yang baik. Diantara hambatan yang ada misalnya
dalam hal pergaulan dengan kelompok sebaya, berbagai kesulitan belajar, dan
lain sebagainya. Diharapkan dengan hadirnya konselor dilingkungan sekolah
dasar, hambatan yang ada dapat di minimalisir dampaknya sehingga tidak
berkembang menjadi hal yang negatif. Jauh dari pada itu, konselor hadir untuk
ikut mengembangkan potensi yang dimiliki peserta didik agar dapat berkembang
secara optimal.
Jenis Layanan dan
Bidang Bimbingan dan Konseling di SD
Kurikulum
2013 melaluai Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Noor
81.A tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum (lampiran IV), mengamanatkan
bahwa pelaksana pelayanan bimbingan dan konseling pada SD/MI/SDLB adalah guru
kelas. Adapun layanan orientasi,
informasi, penempatan dan penyaluran, dan penguasaan konten dengan cara
menginfulsikan materi layanan bimbingan dan konseling tersebut kedalam
pembelajaran mata pelajaran. Untuk peseta didiks kelas IV, V, dan VI dapat
siselenggarakan layanan bimbingan dan konseling perorangan, bimbingan kelompok,
dan konseling kelompok.
Meskipun
pelaksana pelayanan bimbingan dan konseling dibebankan pada guru kelas, namun sekolah
dapat mengangkat seorang guru BK/konselor setiap
satuan pendidikan untuk menyelenggarakan layanan bimbingan
dan konseling. (permendikna No. 81A).
Pelayanan yang diberikan di sekolah dasar meliputi layanan orientasi,
informasi, penempatana dan penyaluran, dan penguasaan konten dengan cara
menginfusikan materi layanan bimbingan dan konseling tersebut ke dalam
pembelajaran mata pelajaran. Untuk kelas IV, V, dan VI dapat diselenggarakan
layanan bimbingan dan konseling perorangan, bimbngan kelompok, dan konseling
kelompok.
Bidang
dan jenis layanan bimbingan dan konseling
yang diberikan pada dasaranya harus mengacu pada tahap perkembangan dan
karakteristik dari peserta dididk. Jadi baik orientasi, informasi dan semua
layanan yang diberikan harus mampu membantu siswa untuk beradaptasi dengan
lingkungan yang lebih luas di luar rumah si konseli. Selain itu, si konseli
dibimbing untuk belajar bersosialisasi dengan mengenal berbagai aturan, nilai,
dan norma-norma yang ada di masyarakat dimana ia tinggal.
Achmad Juntika Nurihsan (2010: 52) menjelaskan
bahwa materi bimbingan dan konseling di SD termuat
ke dalam empat bidang bimbingan, yaitu:
- Bidang bimbingan pribadi, membantu peserta didik untuk menemukan dan memahami, serta mengembangkan pribadi yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mandiri aktif dan kretif, serta sehat jasmani dan rohani.
- Bidang bimbingan sosial, membantu peseta didik dalam proses ssialisasi ntuk mengenal serta berhubungan dengan lingkungan sosial yang dilandasi budi pekerti luhur dan rasa tanggung jawab.
- Bidang bimbingan belajar, membantu peserta didik untuk mengembangkan kebiasaan belajar yang baik dalam menguasai pengetahuan dan keterampilan, serta menyiapkan diri untuk menempuh jenjang selanjutnya.
- Bidang bimbingan karier, membantu peserta didik untuk mengenali dan mulai mengarahkan diri sesuai hobi, minat dan bakatnya untuk karier masa depan.
Khusus
untuk bidang bimbingan belajar, kita harus benar-benar mengetahui berbagai
kemungkinan kesulitan belajar yang dihadapi peserta didik. Martini Jamaris
(2014: 38-39) menyimpulkan bahwa ada hubungan antara tugas perkembangan dengan
kesulitan belajar yang muncul. Hubungan tersebut disimpulkan sebagai berikut:
NO
|
Kesulitan
Belajar dalam Penuntasan tugas-tugas perkembangan
|
Kesulitan
Belajar Akademik
|
|
Membaca/menulis
|
Matematika
|
||
1
|
Kesulitan dalam memusatkan
perhatian
|
Menghambat kelancaran proses
belajar membaca dan menulis
|
Menghambat kelancaran proses
belajar membaca dan menulis angka dan simbol matematika
|
2
|
Kesulitan dalam mengingat
|
||
2.1
|
Visual Memori
|
Sulit dalam menyalin soal yang
disajikan
|
· Sulit
untuk mengingat operasi matematika yang disajikan secara visual
· Sulit
memecahkan masalah matematika yang bersifat multi operasi komputasi
· Sukar
membedakan simbol-simbol matematika
|
2.2
|
Auditori Memori
|
Sukar menyalin bahan bahan yang
disajikan secara lisan
|
Sukar melakukan operasi matematika tanpa bantuan
alat tulis (diluar kepala)
|
3
|
Kesulitan dalam persepsi
|
||
3.1
|
Persepsi Visual
|
||
3.1.1
|
Figure Ground
|
Menghilangkan atau menambah
kata atau sejumlah kata waktu menyalin atau membaca
|
· Sering
melangkaui informasi dan masalah yang matematika yang disajikan secara
tertulis
· Sukar
mengaplikasikan operasi matematika yang bersifat kompleks
· Mengalami
keukaran dalam operasi matematika secara decimal
|
3.1.2
|
Reveral (terbalik dali belakang
ke depan atau sebaliknya)
|
b menjadi d;
s menjadi 2;
p menjadi q;
j menjadi ), serta membalikan
susunan kata, misalnya buku menjadi kubu.
|
3 menjadi ƹ terbalik; membalikan urutan angka 123
menjadi 321.
|
3.1.3
|
Invension
(terbalik dari atas ke bawah atau sebaliknya)
|
n menjadi u;
m menjadi w;
|
6 menjadi 9
|
3.1.4
|
Diskriminasi
|
n menjadi r;
h menjadi n;
sukar memahami simbol sebagai
petunuk jalan atau arah atau tempat
|
Sukar dalam mebedakan koin (uang logam);
3 menjadi 8;
2 menjadi 5;
Sukar rikmemebedakan simbol-simbol matematika.
|
3.1.5
|
Spatial
|
· Sukar
dalam menentukan tinggi dan ukuran huruf
· Mengalami
kesulitan pada waktu menulis diatas kertas bergaris
|
· Sukar
menulis bilangan decimal
· Sukar
membedakan bentuk-bentuk geometri
· Sukar
memecahkan soal pecahan
|
3.2
|
Persepsi visual motorik
|
Sukar mengikuti gerakan yang ditampilkan pada
waktu menulis huruf
|
· Sulit
menulis angka dengan sejajar
· Sukar
untuk memahami angka ordinal
· Sukar
mengikuti gerakan yang ditampilkan pada waktu menulis angka
|
4.
|
Kesukaran dalam proses berpikir
|
· Sukar
dalam melakukan kegiatan yang berkaitan dengan membaca pemahaman
· Sukar
untuk mengklasifikasikan benda-benda yang berada di lingkungan sekitar
|
· Sukar
memahami pola-pola operasi matematika
· Sukar
mengaplikasi-operasi matematika yang telah dipahami dalm pemecahan masalah
baru yang merupakan modifikasi dari operasi matematika yang telah diketahui
|
5.
|
Kesukaran dalam perkembangan
bahasa
|
||
5.1
|
Kesulitan
morphologi
|
Sukar dalam memahami aturan-aturan yang digunakan
dalam aturan-aturan dalam penggunaan bahasa
|
Sukar dalam memecahkan persoalan matematika yang
ditampilkan dalam bentuk paragraph tertulis
|
5.2
|
Kesuitan
phonologi
|
Sukar mengatur intonasi pada waktu bercakap-cakap
|
|
5.3
|
Kesulitan
sintaks
|
· Sukar
memahami struktur bahasa, baik secara aktif dan pasif
· Sukar
memahami pertanyaan “Wh question”
seperti ”where, what, why, how dan when”
|
|
5.4
|
Kesulitan
semantic
|
Sukar memahami makna kata atau kalimat
|
|
5.5
|
Kesulitan
pragmatic
|
Sukar mengunakn bahasa sesuai dengan kebutuhan
dalam berkomunikasi
|
Winkle dan Sri Hasuti (2013:138) meberikan pandangan
bahwa bimbingan di SD didasarkan pada tiga pandangan dasar, yaitu bimbingan
terbatas pada pengajaran yang baik (instructional
guidance); bimbingan hanya diberikan kepada peserta didik yang menunjukan
gejala-gejala penyimpangan dari laju perkembangan yang normal; dan pelayanan
bimbingan tersedia untuk semua murid, supaya proses perkembangan berjalan lancar.
Pandangna yang terakhirlah yang dewasa ini diakui sebagai pandangan dasar yang
paling tepat, meskipun suatu unsur pelayanan bimbingan yang mengacu pada
pandangan pertama dan kedua tidak perlu diabaikan, misalnya dengan mengerahkan
seorang tenaga professional di bidang psikologi anak dan psikiatri anak.
Pandangan ketiga diatas menjamin bahwa pelayanan
yang diberikan bersifat komprehensif. Pada pelaksanaanya, pelayanan konseling
di SD sangat kuat memerlukan dukungan dari guru kelas yang memang secara
dominan lebih lama bersam peserta didik. Etika palayanan dan kesungguhan untuk
memahami peserta didik perlu dilakukan guna menjamin terlaksanya program
layanan dengan baik.
SUMBER REFRENSI
Hurlock. Elizabeth
B. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan Jakarta:.Erlangga.
Hasan, Aliah B.
Purwakania 2008. Psikologi Perkembangan
Islami: Menyingkap Rentang Kehidupan Manusia dari Prakelahiran hingga Pasca
Kematian. Jakarta: Rajawali Pers.
Martini,
Jamaris. 2014. Kesulitan Belajar:
Perspektif, Asesmen, dan Penanggulangannya. Bogor: Ghalia Indonesia.
Nurihsan, Achmad
Juntika. 2010. Bimbingan dan Konseling:
dalam Berbagai latar Kehidupan. Bandung: Refika Aditama.
Winkle, W.S dan
M.M Sri Hastuti. 2013. Bimbingan dan
Konseling: di Isntitusi Pendidikan. Eds.
Revisi. Yogyakarta: Media Abadi.
Jurusan
Bimbingan dan Konseling FIP UNP. 2013. Peraturan
Mentri Pendidikan dan Kebudayaan No. 81. A Tahun 2013:Lampiran IV. Tidak
diterbitkan: BK FIP UNP.
0 komentar:
Posting Komentar