Manusia sebagai khalifah Allah SWT
dimuka bumi[1]
dikarunia Allah berbagai potensi yang sangat banyak. Potensi itu misalnya
berbagi potensi fisik, psikis, potensi kecerdasan dan lain sebgainya. Potensi
itu berkembang seiring dengan perkembangan kehidupan manusia yang dinamis.
Diantara
berbagai usaha manusia untuk mengoptimalkan potensi tersebut ialah dengan
meyelenggarakan proses pendidikan. Pendidikan ini di kemas dalam berbagai jalur,
melalui berbagai jenis dan pada berbagai jenjang pendidikan. Hal ini terjadi
karena memang pendidikan merupakan kebutuhan primer yang tidak dapat dipisahkan
dari kehidupan manusia. Pendidikan berusaha mewujudkan manusia yang bermutu,
yaitu manusia yang harmonis lahir dan batin, sehat jasmani dan rohani,
bermoral, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi secra profesional, serta
dinamis dan kreatif. Hal ini sesuai dengan visi dan misi pendidikan nasional.[2]
Pendidikan
yang bermutu tidak hanya terbatas pada rentang tertentu dan hanya dikhususkan
untuk golongan tertentu saja. Pendidikan yang bermutu tersebut harus mampu
menjangkau seluruh kalangan usia. Hal ini yang kemudian mendorong pemerintah
melalui kementrian pendidikan nasional untuk mencanangkan program penddikan
untuk semua.
Pendidikan
yang bermutu yang dimaksudkan diatas, bukanlah hanya terpaku pada ranah
akademis dan intelektual saja. Jauh dari pada itu pendidikan yang bermutu harus
mampu mewujudkan manusia yang dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya, serta
mampu menjalin kecerdasan dan kematangan secara sosial, emosinal, dan
spiritual.
Peserta
didik di lingkungan pendidikan umunya adalah orang-orang yang sedang mengalami
proses perkembangan yang memiliki karakteristik, kebutuhan, dan tugas-tugas
perkembangan yang harus dipenuhinya.[3]
Proses itu tidak sama anatara peserta didik yang satu dengan yang lainnya.
Proses yang berlangsung terjadi sangat beragam, dan bisa dikatakan sebagai
proses yang unik antara berbagai orang. Tidak semua orang dapat melalui proses
itu dengan lancar, ada diantara peserta didik yang mengalami hambatan dan
gangguan dalam proses yang dilalauinya. Mereka yang mengalami hambatan perlu
mendapatkan bimbingan dari seorang ahli. Pelaksana utama pelayanan bimbingna
dan konseling adalah guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor.[4]
Konselor idelanya hadir pada seluruh jenjang pendidikan dimulai dari SD/MI/SDLB
sampai jenjang perguruan tinggi. Jauh dari pada itu konselor harusnya hadir
juga pada jenjang pendidikan usia dini. Hal ini didasrkan pada asumsi bahwa
tugas perkembangan pada setiap tahapan adalah unik, dan perlu dipahami serta
dicapai dengan baik. Bahkan seorang tokoh yaitu Erikson Salomonsen berpandangan
bahwa perkembangan harus dibimbing pada seluruh tahapan yang ada. Sedangkan ia
menggambarkan bahwa tahapan itu berlangsung sepanjang hayat (Life Span Perspective).[5]
Hal ini secara tidak langsung mengisyaratkan bahwa proses bimbingan dan
konseling juga harus berlangsung sepanjang hayat. Kesepanjang hayatan ini juga
tidak dipungkiri juga pada tahapan pendidikan.
http://muslimfamilyservices.org/site/index.php |
Konselor harus mampau mengidentifikasi
berbagai kebutuhan bimbingan dan konseling pada setiap Jalur, jenis dan Jenjang Pendidikan yang ada. Kebutuhan
bimbingan mungkin akan berbeda antara jenis yang satu dengan yang lain, antara jenjang
yang satu dengan yang lain dan antara jalur yang satu dan yang lainnya.
Misalnya Konselor bukan saja harus mampu membedakan antara kebutuhan di SD
dengan di SDLB atau antara SMP dengan MTs. Konselor juga harus jeli melihat
kebutuhan antara SD yang satu dnegan yang SD yang lain meskipun jenisnya sama
namun kebutuhan bimbingan dan konseling antara keduanya memiliki perbedaan. Ketidakmampuan
konselor untuk mengidentifikasi kebutuhan yang ada akan menghambat tercapinya
pendidikan yang bermutu yang dicita-citakan.
Dengan
demikian jelaslah bahwa bimbingan dan konseling sangat dibutuhkan kehadirannya
dalam berbagai latar pendidikan baik
dipandang berdasarkan jalur, jenjang maupun jenisnya. Konselor harus
mendapatkan berbagai pelatihan dan pendidikan yang mempuni agar ia mampu
menjalankan profesinya secara bprofesional dan cita-cita pendiikan nasional
yang digadang gadangkan semua pihak dapat tercapai.
[1] Lihat Q.S Al-Baqarah, 2 : 30.
[2] Achmad Juntika Nurihsan. Bimbingan
dan Konseling Dalam Berbagai Latar Kehidupan. (Bandung: Refika Aditama,
2010). Hlm. 3
[3] Ibid. Hlm. 3-4
[4] Kementrian Pendidikan Nasional. Lampiran
IV Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81A
tahun 2013 Tentang implementasi Kurikulum Pedoman Umum Pembelajaran. (Jakarta:
Tidak diterbitkan).
[5] Jess Feist dan Gregory J. Feist. Teori
Kepribadian: Theories of personality. Buku 1 Edisi 7. (Jakarta: Salemba
Humanika, 2012) Hlm. 295
0 komentar:
Posting Komentar