Diberdayakan oleh Blogger.

Rabu, 22 Oktober 2014

TANTANGAN KONSELING DALAM PERSAINGAN INTERNASIONAL


Dunia Dalam Gengaman     
Kemajuan teknologi telah dirasakan merambah dalam segala bidang kehidupan. Semua asepk kehidupan sudah tidak lagi dapat dipisahkan dari perkembangan teknologi. Manusia dalam belajar, berlari, makan, minum, bekerja, santai dan segudang aktifitas lain dilayani mesin. Manusia dihadapkan dengan kehidupan serba canggih, seba cepat dan serba dinamis. Penguasaan teknologi menjadi harga mati untuk masuk dan menghadapi persaingan.
Kemajuan juga tidak hanya sebatas pada kehidupan dunia industry saja, dunia pendidikan juga memperoleh kemajuan yan dihembuskan di abad 21 ini. Sistem pendidikan e-learning menjadi jargon yang digaungkan seluruh instansi pendidikan yang ingin bersaing di ranah internasional. Digital conference, digital class, long distant learning, dan berbagi prodak lain ditawarkan untuk menjadi solusi dalam menghadapi keterbatasan ruang dan waktu. Siswa tidak perlu lagi datang ke kelas. Presensi, materi, bahan ajar, tugas, evaluasi bisa dilakukan pendidik dari manapun dibelahan di dunia ini, asalkan mereka terkoneksi ke dalam satu jaringan super luas “internet”. Portable computer, I-Pad, Android, Smart Phone, dan berbagi jenis gadget lain menjadi barang yang wajib dimiliki. Dunia seolah-olah ada dalam genggaman, jari-jari dapat membawa kita berkelana kemanapun ketempat yang kita mau.
Dengan kemajun yang sangat cepat, peserta didik boleh sekolah dimana saja bahkan jauh dari negara tempat dia berada. Sitem Open University dan long distant Learning tadi menjadi solusinya. Batas budaya menjadi bisa dirasakan, batas negara tidak berarti apa-apa selain menjadi batas kedaulatan secara de Jure. Kita dapat mengakses pendidikan dimanapun di sekolah di dunia ini, asal kita mampu bersaing.
Kemajuan dalam pendidikan seperti yang telah dijelaskn tadi tentu membawa dampak dalam dunia konseling. Khususnya konseling dalam dunia pendididkan. Karena keterbukaan begitu terasa dimana-mana, konselor pada akhirnya dihadapkan dengan peserta didik yang majemuk secara budaya. Banyak siswa yang pergi ke luar kota, bahkan pergi ke berbagai negara untuk mencari pendidikan. Banyak diantara mereka yang dapat menyesuaikan diri dengan baik dengan budaya baru di luar budaya asal mereka. Namun, tidak sedikit dari mereka yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan baik. Bahkan ada diantara mereka yang mengalami culture lag (ketertingalan/ketimpagan budaya) (J.P Chaplin, 2011: 120). Mereka tidak hanya tidak mampu menyesuaikan diri namun menjadi sumber masalah karena mengalami pergesekan dengan budaya lain sesama pendatang.
Bagaimana dengan Pelayanan Konseling
Pelayanan konseling menjadi suatu pekerjaan rumah yang sangat besar. Konseling harus mampu juga bertransformasi dalam perkembangan teknologi yang begitu pesat. Isu konseling di dunia maya (e-counseling/ cyber counseling), makin deras dirasakan. Mahasiwa dan pelajar yang melangsungkan pembelajaran jarak jauh (PJJ) tentu akan memiliki keterbatasan waktu untuk bertemu langsung dengan konselor. Jangankan dengan konselor, dengan pendidik dan pengampu mata pelajaran/kuliahpun bisa dihitung dengan jari. Tentu hal ini berdampak besar dalam dunia konselor. Kondisi pembelajaran akan merujuk kepada kondisi yang majemuk, multikultural, dan akan dihadapkan pada perbedaan budaya yag sangat kompleks.
Jika dihadapkan dengan kondisi di atas tadi, konselor harus tetap mampu memberi pelayanan kepada seluruh konseli dari seluruh kebudayaan dan latar kehidupan yang ada. Universalisme pelayanan tetap menjadi acuan untuk mampu dilaksanakan. Konsling yang memahami kondisi latarbelakang kebudayaan konseli menjadi solusi untuk menjamin pelyanan tetap berlangsung dengan baik. Atas kebutuhan ini pula, kemudian lahir studi mengenai konseling lintas budaya. Di Indonesia saja, terdapat lebih dari 1.000 etnis dan 700 bahasa. Dengan demikian naif jika psikologi—dan konseling tentunya—yang diterapkan di Indonesia disamakan dengan masyarakat di belahan dunia lain. (Sarlito W. Sarwono, 2014).
Pemahaman mengenai latar belakang konseli perlu dilakukan secara mendalam dan dilakukan dengan baik oleh konselor. Hal ini tidak menandaskan bahwa konselor harus menguasai dan memahami segalanya mengenai konseli. Yang terpenting adalah konselor memiliki beberapa bekal untuk mampu melaksanakan pelayanan dengan baik. Kemampuan dalam mendalami konseli dari segi budaya dapat membantu konselor memberikan arahan yang tepat. Atas dasar itu konseling lintas budaya menjadi hal yang penting untuk dikuasai oleh konselor (Anak Agung Ngurah A, 2013). Memahami nilai dasr dari budaya konseli mampu menjadi solusi dalam memahami kemajemukan konseli dan merupakan usaha untuk memberikan pelayanan yang terbaik.
DAFTAR PUSTAKA
Chaplin, J.P. 2011. Kamus Lengkap Psikologi Terj. Kartini Kartono. Jakarta: Rajawali Pers.
Adhiputra, Anak Agung Ngurah. 2013. Konseling Lintas Budaya.Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sarwono, Sarlito Wirawan. 2014. Psikologi Lintas Budaya. Jakarta: Rajawali Pers.

Kamis, 16 Oktober 2014

BIMBINGAN KARIER PADA SEKOLAH MENENGAH ATAS/KEJURUAN

Memandang Remaja dari consensus Psikologi perkembangan.
Salah satu jenjang pendidikan pada sistem pendidikan nasional adalah jenjang SMA sederajat. Adapun jenisnya meliputi SMA, SMK, MA, MAK serta beberapa variant lain misalnya SMAK, SMA IT dan sebagainya. Mereka yang berada di jenjang ini pada umunya adalah mereka yang berusia 16 – 19 tahun. Usia ini jika dilihat dari Psikologi Perkembangan berada pada usia remaja akhir menuju dewasa awal. Hvighurst dalam F.J Monk dkk (2002: 24), menjelaskan bahwa tugas perkembangn remaja diantaranya adalah untuk persiapan mandiri secara ekonomis, pemilihan dan latihan jabatan. Artinya remaja harus sudah disipkan untuk mengoptimalkan potensi mereka demi mempersiapkan karier yang sesuai dengan minat, bakat dan kemampuannya.
Achmad Juntika (2010: 42-43) menjelaskan bahwa setidaknya ada sebelas kebutuhan peserta didik menengah atas yag didasarkan pada analisis tingkat pencapain tugas-tugas perkembangan dan lingkungan perkembangannya. Dua diantara kebuthan yang ada ialah kemampuan untuk mengembangkan jiwa wirausaha dan kemampuan untuk mengarahkan potensinya sesuai dengan cita-cita pekerjaannya. Bagi orang dewasa dunia karier dan dunia kerja adalah suatu keniscayaan. Mereka harus berusah memenuhi kebutuhannya dengan usah mereka sendiri. Mereka juga dituntut untuk mandiri secara finansial oleh keluarga dan masyarakat. Bagi orang dewasa, bekerja merukan suatu kebuuhan yang tidk dapat dipungkiri. Dengan berkarier merek diakui eksitensi dan kedewasaanya di mata masyarakat dan keluaraga.
Arus globalisasi membawa dampak yang sangat luas termasuk kedalam dunia kerja. Pilihan karier semakin bergam, jenis, bentuk dan prosedurnya semakin banyak. Namun diasamping itu, persaingan dan kompetensi yang sehat tidak dapat dipungkiri lagi semakin keras dirasakan. Manusia terutama mereka yang sedang berada di tahap perisiapan yang tentu dalm hal ini adalah remaja akhir dituntut untuk bisa mempersiapkan diri dengan baik. Pemahaman dan persiapan karier sebaik-baiknya mejnjadi salah satu modal yang mampu memberikan pembekalan agar dapt berjuang di dunia kerja nantinya.
W.S Winkel dan M.M Sri Hastuti (2013: 645-647) mengungkapkan bahwa ada faktor-faktor pokok dalam perkembangan karier, faktor tersebut ialah:
  1. Perkembangan karier adalah suatu proses yang terkait secara sosiala, artinya perkembangan ini ikut dipengaruhi oleh lingkungan kebudayaan, kondisi ekonomi, kondisi geografis, status kesukuan, status jenis kelamin, dan satus kelompok social (social class membership).
  2. Perkembangan karier bercirikan perubahan. Perubahan ini meliputi perubahan yang terjadi di dalm diri individu maupun perubahan yang terjadi di luar diri individu.
  3. Pilihan karier kerap disertai rasa gelisah dan takut, jangn-jangna dibuat pilihan yang salah.
  4. Terdapat berbagai indikasi bahwa perkembangan karier berlangsung seacar bertahap dan terjadi pergeseran dalam preferensi. Dari memilih golongan jabatan yang berlingkup luas ke memilih jabatan tertentu.
  5. Orang berbeda-beda dalam kemampuan, minat, bakat dan sifat-sifat kepribadian, serta mereka memiliki konstelasi kualifikasi yang memungkinkan mmegang sejumlah jabatan.
  6. Terdapat interaksi antar faktor-faktor internal pada individu sendiri dan faktor-faktor eksternal di luar individu, yang bersifat sangat kompleks.
Setelah memahami dan mengetahui berbagai factor diatas, kita dapat menarik pemahaman mengenai implikasi-implikasi mengenai karier bagi bimbingan dan konseling di institusi pendidikan khusunya sekolah menengah atas. Implikasi tersebut menurut W.S Winkel dan MM Sri Hastuti (2013: 656-658) meliputi hal-hal berikut ini:
1.Perkembangan karier merupakan salah satu segi dari keseluruhan proses perkembangan orang mudadan pilihan yang menyangkut jabatan di masa depan berlangsung selaras dengan perkembangan karier.
2. Pilihan jabatan tidak dibuat sekali saja dan tidak definitive dengan sekali memeilih saja.
3.Konseling karier, yang berlangsung dalam pertemuan pribadi antara konselor dan konseli dan kerap terfokuskan pada permasalahan mengenai pilihan program studi dan/atau pilihan jabatan, akan berlangsung lebih lancer bilamana orang muda telah disiapkan melalui bimbingan karier secara kelompok untuk menghadapi saat-saat harus suatu pilihan dinatar beberapa alternatife.
4. Pendekatan karier dan bimbingan karier tidak dapat dilepaskan dari gaya hidup yang dicita-citakan oleh orang muda bagi dirinya sendiri.
Bimbingan dan konseling yang diselenggarakan tentu harus mampu mewujudkan berbagai kebutuhan seperti yangtelah dikemukakan diatas. Bimbingan dan konseling harus direncanakan dengan matang dan dilaksanakan dengan memperhatikan konsep manajerial layanan. Tujuan bimbingan harus jelas dan terarah. Tujuan bimbingan di SLTA menurut Achmad Juntika N. (2010: 43-44) yang berkaitan dengan pencapaian karier dan kehidupan berekonomi adalah
1. Mempersiapkan kearah kemandirian ekonomi, yaitu penuh perhitungan dalam membeli sesuatu, berusaha untuk menabung, membantu pekerjaan orang tua, berusaha agar studi tepat pada waktunya, memilih kegiatan ekstrakulikulur yang nantinya dapat menghasilkan nafkah;
2.   Memilih dan mempersiapkan suatu pekerjaan, yaitu mampu memilih jurusan yang sesuai dengan cita-cita pekerjaannya, mampu memilih kegiatan ekstrakulikuler yang akan mendukung terhadap cita-cita pekerjaannya, memahami program studi yang ada di perguruan tinggi yang sesuai dengan cita-cita pekerjaanya, memahami jenis kurusus yang akan mendukung cita-cita pekerjaanya, serta memahami syarat-syarat yang diperlukan untuk pekerjaan yang dicita-citakannya.
Bidang isi bimbingan dan konseling karier
            Untuk memahami konseling karier, mungkin kita harus mempehatiakan pendekatan yang diusulkan oleh parson 1990. Ia menulis sebagai berikut:
Didalam pemilihan pekerjaan yang arif, ada tiga factor.
  1. Pemahaman yang jelas tentang diri sendiri;
  2. Pengetahuan tentang syarat-syarat dan prospek di pelbagai maam jalur pekerjaan;
  3. Penalaran yang benar tentang hubungan Antara kedua kelompok fakta ini. (Robert Nathan dan Linda Hill, 2012)
Nuansa layanan diarahkan kearah persiapan peserta didik untuk mencapai kemandirian secara ekonomi (mandiri secara finansial), selain itu juga pesrta didik diberi pemahan untuk memilih dan mempersiapkan diri terjun kedunia kerja. Layanan perencanaan individual (konseling pribadi) dalam bidang karier membahas mengenai wacana/topic-topik perencanaan pekerjaan, perncanaan jabatan, perencanaan kunjungan ke perusahaan-perusahaan, dan perencanaan waktu luang untuk kegiatan yang produktif. Konselor harus berusaha mampu menjaga keharmonisan antar cita-cita, usaha dan tujuan karier dari siswa. Perkembangan karier harus disikapi dengan bijaksan dan dengan penuh keyakinan bahwa dengan persiapan terbaik kesuksesan semakin berpeluang besar dapat kita raih.

DAFTAR PUSTAKA
Monks, F.J., A.M.P Knores, dan S. Rahayu Haditono. 2002. Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Nathan, Robert dan Linda Hill. 2012. Konseling Karier Terj. Helly Prajitno dkk Eds. Kedua. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Nurihsan, Achmad Juntika. 2010. Bimbingan dan Konseling Dalam Berbagai Latar Kehidupan. Bandung: Refika Aditama.
Winkel, W.S, dan M.M Sri Hastuti. 2013. Bimbingan dan Konselin; Di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi.


Senin, 13 Oktober 2014

HAKIKAT PEMINATAN DI SEKOLAH BERDASARKAN KURIKULUM 2013

Pemahaman Mengenai Peminatan dalam Kurikulum 2013
            Pendidikan yang diselenggarakan oleh suatu negara, pada dasarnya harus sesuai dengan karakteristik negara tersebut. Disamping sesuai dengan karakteristik keadaan negara baik dalam hal budaya, potensi sumber daya alam maupun manusia, pendidikan juga harus menjawab persaingan yang terus terjadi di ranah lokal, nasional dan global. Upaya untuk mewujudkan hal itu adalah dengan diselenggarakanya pendidikan yang berkualitas.
            Pendidikan yang berkualiatas tidak dapat diwujudkan jika hanya berorientasi pada pengembangn satu bidang saja, misalnya hanya mementingkan perkembangan infrastrtuktur dan sarana prasarana pendidikan. Jauh dari itu untuk mewujudkan pendidikan yang berkualiatas perlu juga diperhatiakn kondisi pendidik, keadaan peserta didik serta berbagai kerangka belajar nasional atau yang kita kenal dengan kurikulum.
Kurikulum dalam pendidikan yang berkualitas tidak sanya dapat mampu mewujudkan akademisi tangguh, namun dapat juga menjawat tantangan karir dan kebutuhan dunia kerja yang tentu menuntut kompetisi yang serba ketat. Pemerintah berusah merespon keadaan sepserti ini dengan menyempurnakan kurikulum KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) dengan meluncurkan kurikulum baru, yaitu kurikulum 2013.
Dalam konstruktur dan isi kurikulum tahun 2013 mementingkan terselenggaranya proses pembelajaraan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memeotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta member ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan pesetrta didik. (Kemendikbud, 2013: ii).
Kurikulum 2013 Mengusahakan Terbentuknya SDM yang mampu menjawab tantangan zaman
Dalam kurikulum menyajikan mata pelajaran wajib dan kelompok mata pelajaran peminatan yang diikuti oleh peserta didik sepanjang masa studi mereka. Kelompok mata pelajaran peminatan ini meliputi peminatan akademik, kejuruan, lintas mata pelajaran atau pendalaman mata pelajaran,  dan peminatan studi lanjutan. Pelayanan peminatan peserta didik menjadi tanggung jawab kepala sekolah dengan melibatkan semua komponen yang ada di sekolah. Guru BK/Konselor berkewajiban untuk memberikan bantuan kepada peserta didik dalam memilih dan menetapkan  peminatan kelompok mata pelajaran, peminatan lintas mata pelajaran,  dan peminatan pendalaman mata pelajaran sesuai dengan kemampuan dasar umum, bakat, minat dan kecenderungan pilihan masing-masing peserta didik. (kemendikbud, 2013: iii).
Jalur dan jenjang pendidikan formal, meliputi pendidikan dasar, yaitu SD/MI, SMP/MTs; dan pendidikan menenngah meliputi SMA/MA da SMK. Pendidikan dasar merupakan jenajang pendidikan formal paling awal yang wajib ditempuh oleh seluruh warga negara Indonesia. Pada jenjang pendidikan SD/MI peserta didik perlu disiapkan dan dibina minatnya untuk mengikuti pendidikan  jenjang SMp/MTs.
Jenjang SMp/MTs ini juga merupakan jenjang wajib yang harus diikuti seluruh warga negara sebagai pelaksanaan Wajib Bealajar (WAJAR) 9 Tahun. Selain pembinaan pribadi, peserta didik di SMP/MTs juga disiapkan untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya yaitu jenjang mennegah (SMA/MA/SMK).
Keadaannya di lapangan, bahwa mereka yang melanjutkan dari jenjang SMP/MTs ke SMA/MA/SMK maupun mereka yang melanjutkan dari jenjang menengah ke pendidikan di perguruan tinggi banyak yang belum didasarkan pada potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Pemilihan dan keputusan untu melanjutkan juga belum didukung oleh kondisi diri peserta didik secara memeadai sebagai modal pengembangan potensi secara optimal, seperti kemampuan dasar umum (kecerdasan), bakat, minat, dan kondisi fisik serta sosial dan minat karir mereka. Dampak dari ketidak sinkronan ini diantaraanya tidak optimalnya peserta didik dalam mengembangkan  potensi yang dimilikinya, kegagalan studi, bahkan kondisi lain yang tidak diharapkan seperti depresi dan stress dalam mengikuti proses pembelajaran.
Kurikulum 2013 menjawab problematika diatas dengan menyediakn mata pelajaran wajib yang diikuti oleh seluruh peserta didik di satu satuan pendidikan pada setiap satuan dan jenjang pendidikan. Disamping mata pelajaran wajib tersedia juga mata pelajaran pilihan yang diikuti oleh peserta didik sesuai dengan pilihan mereka. Mata pelajaran pilihan baru dimulai diberikan pada peserta didik di jenjang SMA/MA/SMK  karena didasarkan pada perkembagan psikologis peserta didik itu sendiri. Mata pelajaran pilihan ini kemudian akan memebri corak kepada fusngsi satuan pendidikan dan didalamnya terdapat pilihan sesuai dengan minat peserta didik. ( Kemendikbud, 2013 : 3 ).
Tujuan Peminatan Peserta Didik
Secara umum peminatan peserta didik bertujuan untuk membantu peserta didik SMA/MA dan SMK menetapkan minat pilihan kelompok mata pelajaran dan pilihan mata pelajaran serta pendalaman mata pelajaran yang diikuti pada satuan pendidikan yang sedang ditempuh, pilihan karir dan/atau pilihan studi lanjutan sampai ke perguruan tinggi.
            Secara khusus tujuan peminatan kelompok mata pelajaran dan pilihan mata pelajaran di SMA/MA atau SMK adalah:
1.    Mengarahkan peserta didik SMA/MA untuk memahami dan mempersiapkan diri bahwa :
a.    Pendidikan di SMA/MA merupakan pendidikan untuk menyiapkan peserta didik menjadi manusia dewasa yang mampu hidup mandiri di masyarakat.
b.    Kemandirian tersebut pada nomor (1) didasarkan pada kematangan pemenuhan potensi dasar, bakat, minat, dan keterampilan pekerjaan/karir.
c.    Kurikulum SMA/MA memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk memilih kelompok mata pelajaran dan pilihan mata pelajaran tertentu sesuai dengan kemampuan dasar umum (kecerdasan), bakat, minat dan kecenderungan pilihan masing-masing peserta didik.
d.   Setelah tamat dari SMA/MA peserta didik dapat bekerja di bidang tertentu yang masih memerlukan persiapan/pelatihan, atau melanjutkan ke perguruan tinggi dengan memasuki program studi sesuai dengan pilihan dan pendalaman mata pelajaran sewaktu di SMA/MA.
2.    Mengarahkan peserta didik SMK untuk memahami dan mempersiapkan diri bahwa :
a.    Pendidikan di SMK merupakan pendidikan untuk menyiapkan peserta didik menjadi manusia dewasa yang mampu hidup mandiri di masyarakat.
b.    Kemandirian tersebut pada nomor (1) didasarkan pada kematangan pemenuhan potensi dasar, bakat, minat, dan keterampilan pekerjaan/karir.
c.    Kurikulum SMK memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk memilih mata pelajaran program keahlian dan mendalami materi mata pelajaran program keahlian tertentu sesuai dengan kemampuan dasar umum (kecerdasan), bakat, minat dan kecenderungan pilihan masing-masing peserta didik.
d.   Setelah tamat dari SMK peserta didik dapat bekerja di bidang tertentu sesuai dengan bidang studi keahlian/kejuruan yang telah dipelajarinya, atau melanjutkan pelajaran ke perguruan tinggi dengan memasuki program studi sesuai dengan pilihan dan pendalaman materi mata pelajaran sewaktu di SMK.
Kekeliruan dalam memilih jurusan dapat berakibat menimbulkan beberapa masalah
Sumber Gambar: http://www.yhs.net/wp-content/uploads/2012/02/120201-r-pilih-mana-400x250.png

Fungsi Peminatan Peserta Didik
                  Fungsi peminatan peserta didik di SMA/MA dan SMK adalah :
1. Fungsi pemahaman, yaitu berkaitan dengan dipahaminya kemampuan, bakat, minat, dan kecenderungan pilihan masing-masing peserta didik serta lingkungan untuk menentukan Peminatan kelompok mata pelajaran dan pilihan mata pelajaran yang diikuti, arah karir dan/atau studi lanjutan yang dipilihnya.
2.  Fungsi pencegahan, yaitu berkaitan dengan tercegahnya berbagai masalah yang dapat mengganggu berkembangnya kemampuan, bakat, minat, dan kecenderungan pilihan masing-masing peserta didik secara optimal dalam kaitan dengan Peminatan kelompok mata pelajaran dan pilihan mata pelajaran yang diikuti, arah karir dan/atau studi lanjutan yang dipilihnya.
3. Fungsi pengentasan, yaitu berkaitan dengan tertentaskannya masalah-masalah peserta didik yang berhubungan dengan Peminatan kelompok mata pelajaran dan pilihan mata pelajaran yang diikuti, arah karir dan/atau studi lanjutan yang dipilihnya.
4.  Fungsi pemeliharaan dan pengembangan, yaitu berkaitan dengan terkembangkan dan terpeliharanya kemampuan, bakat, minat, dan kecenderungan pilihan masing-masing peserta didik secara optimal dalam kaitannya dengan Peminatan kelompok mata pelajaran dan pilihan mata pelajaran yang diikuti, arah karir dan/atau studi lanjutan yang dipilihnya.
5. Fungsi advokasi, yaitu berkaitan dengan upaya terbelanya peserta didik dari berbagai kemungkinan yang mencederai hak-hak mereka dalam pengembangan kemampuan, bakat, minat, dan kecenderungan pilihan masing-masing peserta didik secara optimal dalam peminatan kelompok mata pelajaran dan pilihan mata pelajaran serta pendalaman mata pelajaran yang diikuti, arah karir dan/atau studi lanjutan.


Komponen Peminatan Peserta Didik
      Minat merupakan gejala psikologis, berkaitan dengan pikiran dan perasaan terhadap suatu objek. Perhatian, pemahaman, dan perasaan yang mendalam terhadap suatu objek dapat menimbulkan minat. Objek yang menarik cenderung akan menimbulkan minat. Minat merupakan perasaan suka, rasa tertarik, kecenderungan dan gairah atau keinginan yang tinggi seseorang terhadap suatu objek. Dalam kaitannya dengan peminatan peserta didik dalam satuan pendidikan SMA, objek yang dimaksudkan adalah bidang peminatan matematika dan sains, sosial dan bahasa. Sedangkan peminatan satuan pendidikan SMK, objek yang dimaksudkan adalah bidang studi keahlian, program studi keahlian, dan kompetensi keahlian. Peserta didik dihadapkan kepada objek tersebut, dan diberi kesempatan untuk memilih sesuai dengan potensi yang dimiliki dan kesempatan yang ada.
      Pemilihan peminatan yang tepat dan mempunyai arti penting bagi prospek kehidupan peserta didik masa depan adalah tidak mudah, untuk itu memerlukan layanan bantuan tepat yang dilakukan oleh tenaga profesional. Dalam konteks ini, profesi bimbingan dan konseling dipandang paling tepat untuk memfasilitasi pemilihan peminatan peserta didik. Minat dipengaruhi oleh faktor dalam diri dan luar diri peserta didik. Komponen pokok yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan pemilihan dan penetapan peminatan peserta didik SMA dan SMK dapat meliputi prestasi belajar, prestasi non akademik, pernyataan minat peserta didik, perhatian orang tua dan diteksi potensi peserta didik. Berikut ini disajikan uraian peran masing-masing komponen dalam penetapan peminatan peserta didik.
1.      Prestasi belajar yang telah dicapai selama proses pembelajaran merupakan cerminan kecerdasan dan potensi akademik yang dimiliki. Prestasi belajar peserta didik pada kelas VII, VIII, dan IX merupakan profil kemampuan akademik peserta didik, yang dapat dijadikan dasar pertimbangan pokok dalam peminatan. Profil kondisi prestasi belajar yang dicapai dapat sebagai prediksi keberhasilan belajar selanjutnya. Kesungguhan dan keajegan belajar dapat berpengaruh positif terhadap peningkatan prestasi belajar pada program pendidikan selanjutnya. Prestasi belajar merupakan cerminan potensi peserta didik, sehingga dapat dijadikan komponen pokok dalam pertimbangan pemilihan dan penetapan peminatan peserta didik. Data prestasi belajar diperoleh melalui teknik dokumentasi dan diharapkan semua calon peserta didik menyerahkan fotocopy raport SMP/MTs yang disyahkan oleh kepala sekolah yang bersangkutan.
2.      Prestasi non akademik merupakan cerminan bakat tertentu pada diri peserta didik. Prestasi non akademik yang telah dicapai, seperti kejuaraan dalam lomba melukis, menyanyi, menari, pidato, bulu tangkis, tenis meja, dll., merupakan indikasi peserta didik memiliki kemampuan khusus/bakat tertentu. Terdapat relevansi antara kejuaraan suatu lomba dengan kemudahan melakukan aktivitas dan keberhasilan belajar mata pelajaran tertentu yang sesuai dengan kemampuan khusus yang dimiliki. Data ini dapat diperoleh melalui isian (angket) yang disiapkan dan teknik dokumentasi berupa fotocopy piagam penghargaan yang dimiliki calon peserta didik sejak Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah.
3.      Nilai ujian nasional (UN) yang dicapai merupakan cerminan kemampuan akademik mata pelajaran tertentu berstandar nasional. Prestasi belajar dapat sebagai pertimbangan untuk pemilihan dan penetapan peminatan peserta didik. Diasumsikan bahwa peserta didik tidak mengalami kecelakaan fisik atau psikis dan kebiasaan belajar tetap dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan, maka nilai UN tepat sebagai pertimbangan penetapan peminatan peserta didik sesuai kelompok mata pelajarannya. Nilai UN diperoleh melalui teknik dokumentasi berupa fotocopy daftar nilai UN dan daftar isian (angket) yang disiapkan.  
4.      Minat belajar tinggi ditunjukkan dengan perasaan senang yang mendalam terhadap peminatan tertentu (mata pelajaran, bidang studi keahlian, program studi keahlian, kompetensi keahlian) berkontribusi positif terhadap proses dan hasil belajar. Peserta didik merasa senang, antusias, tidak merasa cepat lelah, sungguh-sungguh dalam mengikuti pembelajaran di sekolah maupun aktivitas belajar di rumah disebabkan memiliki minat yang tinggi terhadap apa yang dipelajarinya.
                  Pernyataan minat dapat secara tertulis. Pernyataan mencerminkan apa yang diinginkan dan merupakan indikasi akan kesungguhan dalam belajar sebab aktivitas belajar berkaitan erat dengan minatnya.
5.      Cita-cita peserta didik untuk studi lanjut, pekerjaan, dan jabatan erat hubungannya dengan potensi yang dimilikinya dan dipengaruhi oleh hasil pengamatan terhadap figur dan keberhasilan seseorang/sekelompok dalam kehidupannya. Di samping itu, atas dasar informasi yang diperoleh baik secara langsung maupun tidak langsung juga berpengaruh terhadap munculnya cita-cita peserta didik. Informasi yang jelas dan prospesktif juga dapat merangsang munculnya cita-cita. Keinginan yang kuat untuk mencapai bidang studi lanjut, jabatan, dan pekerjaannya sangat berpengaruh positif terhadap aktivitas belajar. Sinkronisasi antara cita-cita dengan potensi peserta didik dan prestasi yang dicapai dengan kesempatan belajar untuk mencapai cita-cita, dapat menumbuhkan semangat belajar yang dipilihnya.
6.      Perhatian orang tua, fasilitasi dan latar belakang keluarga berpengaruh positif terhadap kesungguhan-ketekunan-kedisiplinan dalam belajar.  Restu orang tua merupakan kekuatan spiritual yang dapat memberikan kemudahan yang dirasakan oleh peserta didik dalam belajar dan mencapai keberhasilan belajar. Anak mempunyai hubungan emosional dengan orang tua, juga berkaitan dengan semangat belajar. Intensitas hubungan orang tua dengan anak dapat menumbuhkan motivasi belajar yang berdampak kualitas proses dan hasil belajar. Namun disadari bahwa yang belajar adalah anak, dan orang tua sebatas mengharapkan hasil belajar anak dan memfasilitasi belajar. Untuk itu, perhatian, fasilitasi, dan harapan orang tua terhadap peminatan peserta didik penting dipertimbangkan, namun bukan sebagai penentu peminatan. Bila terdapat perbedaan antara peminatan peserta didik dengan orang tua, maka yang perlu dikaji lebih mendalam adalah prospek peminatan dan kesiapan belajar anak. Orang tua diharapkan lebih pada memberikan dukungan atas pilihan peminatan putra-putrinya.  Namun demikian, guru BK/Konselor hendaknya cermat dalam berdialog dengan orangtua tentang penempatan peminatan peserta didiknya, apalagi orang tua yang bersangkutan sangat berharap atas pilihan peminatan putra-putrinya. 


Daftar Pustaka
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Pedoman Peminatan Peserta Didik. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional (Tidak diterbitkan).
Winkel, W.S. dan M.M Sri Hartati. 2013. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta : Media Abadi.