Diberdayakan oleh Blogger.

Senin, 29 September 2014

MEMANDRIRIKAN PESERTA DIDIK LUAR BIASA (PESERTA DIDIK BERKEBUTUHAN KHUSUS)



Tinjauan Mengenai Anak Berkebutuhan Khusus (Anak Disabelitas)
“Allah mengetahui apa yang dikandung oleh Setiap perempuan, dan kandungan rahim yang kurang sempurna dan yang bertambah. dan segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya, yang mengetahui semua yang ghaib dan yang nampak; yang Maha besar lagi Maha tinggi. (Q.S Ar-Rad, 13: 8-9).”
Keberadan manusia yang di rancang Allah SWT memiliki kedudukan yang tinggi bahkan dalam salah sattu ayat disinggung tentang kedudukan penciptaan tinggi manusia yaitu dalm penciptaan yang sebaik-baiknya (Q.S At-Tin, 95 : 4). Manusia berada di bumi untuk menjdi khalifah dan sekaligus beribadah kepada Allah SWT demi meraih keridhaannya. Allah menciptakan manusia begitu beragam. Manusia memiliki banyak sekali keunikan antara satu dengan yang lainnya. Dikatakan oleh para ahli bahwa manusia—meskipun ia adalah kembar identik—tidak akan ada yang sama 100%. Keunikan itu dilihat dari berbagai karunia potensi yang Allah karuniakan kepda kita, baik potensi pisik dan psikis. Keunikan juga diperkaya dengan berbagai olah pikir manusia, misalnya saja keragaman masyarakat, ras, etnik, dan budaya. Sarlito W. Sarwono (2014: 3) menjelaskan bahwa manusia tidak lahir dengan membawa budayanya, melainkan budaya tersebut diwariskan dari generasi ke generasi.
Dalam ayat pengantar diatas ada kata “kandungan rahim yang kurang sempurna” kata tersebut berimplikasi kepada berbagai hal, baik kurang dalam hal masa mengandung maupun kurang dalam kelengkapan anggota tubuh. Hal ini bukan semata-mata tanpa tujuan melainkan Allah SWT hendak menunjukan betapa ia maha sempurna dab diluar Dzat-Nya semuanya fana. Termasuk kesempurnaan manusia bukan sesuatau yang mutlaq. Allah juga memiliki tujuan dalam penciptaan demikian untuk terus memacu rasa syukur atas segala karunia penciptaan yang Allah berikan.
            Mereka yang memiliki kebutuhan khusus dimata Allah tidak ada bedanya. Sama seperti mereka yang normal. Di mata Allah SWT hanya tingkat ketaqwaanlah yang kemudian akan membedakan manusia. Mereka yang terlahir dengan keadaan berkebutuhan khusus berhak memperoleh segala akses yang didapatkan manusia kebanyakan, hanya bentuknya harus disesuaikan dengan kebutuhan mereka. Mereka yang menyandang suatu kebutuhan khusus juga berghak untuk mendapatkan akses pendidikan.
Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab III ayat 5 dinyatakan bahwa setiap warganegara mempunyai kesempatan yang sama memperoleh pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa anak berkebutuhan khusus berhak pula memperoleh kesempatan yang sama dengan anak lainnya (anak normal) dalam pendidikan. 

Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional memberikan warna lain dalam penyediaan pendidikan bagi anak berkebutuhn khusus. Pada penjelasan pasal 15 tentang pendidikan khusus disebutkan bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan untuk peserta didik yang berkebutuhan khusus atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Tujuan dari pendidikan luar biasa adalah suatu pendidikan yang diberikan kepada warga negara yang memiliki kelainan fisik atau mental agar nantinya bisa kembali bersosialisasi ke masyarakat. 
Perkembangan Mereka Tanggung Jawab Kita Bersama
(Sumber Gambar: http://stat.k.kidsklik.com/data/photo/2011/03/13/4211985p.jpg)

 
 
            Pengembagan kepribadian mereka yang berkebutuhan khusus menjdi tanggung jawab seluruh pendidik. Hal ini juga akhirnya menjadi dasar mengapa di SLB serta instansi yang menyelenggarakan berbagai pendidikan inklusi dan berbagai jenis layanan pendidikan untuk yang berkebutuhan khusus perlu sekali akan kehadiran konselor (Guru BK). Konselor memiliki peranan penting unuk membangun mental yang tangguh agar anak berkebutuhan khusus tidak lantas menjadi down.

Layanan Yang Memandirikan Peserta Didik Berkebutuhan Khusus
Dalam konteks layanan bimbingan di persekolahan (SLB) yang pada umumnya belum memiliki tenaga ahli yang khusus di bidang bimbingan dan konseling, dalam implementasinya menjadi tanggung jawab guru dan dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan KBM. Apalagi dalam konteks PLB sebagian besar kegiatan pendidikan adalah bimbingan, sehingga seluruh kegiatan pendidikan yang dilaksanakan hendaknya berbasis bimbingan. Untuk itu penting bagi setiap guru di SLB memahami secara benar tentang konsep dasar bimbingan untuk dijadikan sebagai landasan dalam seluruh upaya pendidikan yang dilakukan. (Sunardi, 2006: 6).
Bimbingan dan konseling diperlukan bagi ABK dan konselor harus bersikap dan memandang mereka sesuai dengan filosofi bahwa tidak ada individu yang sama semua individu adalah unik dan mereka memiliki kemampuan untuk tumbuh untuk mengembangkan potensi mereka (Thomson, 2004).
Layanan Yang memandirikan tentu akan menghasilkan suatu sikap mandiri dalam diri peserta didik. Mengenai ciri-ciri pokok pribadi yang mandiri dijelaskan oleh Prayitno dan Amti (2009: 117) sebagai berikut:
  1. Mengenal diri sendiri dan lingkungan sebagai mana adanya;
  2. Menerima diri sendiri dan lingkungan secara positif dan dinamis;
  3. Mengambil keputusan untuk dan oleh diri sendiri;
  4. Mengarahkan diri seniri sesuai dengan keputusan itu; dan
  5. Mewujudkan diri secara optimal sesuai dengan potensi, minat dan kemampuan-kemampuan yang didmilikinya.
            Kemandirian diatas tentu juga tidak sepenuhnya dapat dipukul rata. Kita harus benar-benar amampu menilai peserta didik itu apakah mampu didik atau mampu latih. Kita juga haus memperhatiakn tingkat perkambangan dan potensi yang dimiliki si anak. Misalnya saja untuk peserta didik tunagrhita kita harus bisa melihat berbagai karakteristik yang dimiliki oleh mereka. Sutjihati Somantri (2012: 105) menjelaskan beberapa karakteristik umum mengenai anak tunarahita, yaitu sebagi berikut:
  • Keterbatasan intelegensi;
  • Keterbatasan sosial;
  • Keterbtasan fungsi mental lainnya;

Dalam hal ini kita ambil satu karakter khusus yaitu mengenai keterbatasan intelegensi. Dengan mengetahui keterbatasan itelegensi yang ada kita dapat mengolongkan tunagrahita menjadi beberapa level beriku ini:


Klasifikasi Anak Tunagrahita Berdasar Derajat Keterbelakangannya

                                               (Blake dalam Somantri, 2012: 108)
Level Keterbelakangan
IQ
Stanfor Binet
Skala Weschler
Ringan
68 – 52
69 – 55
Sedang
51-38
54 – 40
Berat
32 – 90
39 – 25
Sangat Berat
>19
>24
            Jika dilihat dari karakteristik diastas kita tentu tidak mungkin menyamakan konsep kemandirian yang akan di bangun dan ditumbuhkan pada peserta didik normal dan peserta didik berkebutuhan khusus. Kita tentu akan berusaha mewujudkan peserta didik ang mandiri sesuai dengan potensi opimal yang mungkin dicapai. Melalui program bimbingan dan konseling, akan diperoleh beberapa keuntungan, antara lain :
  1. Dapat dijadikan sebagai pedoman, acuan, atau panduan bagi setiap personel yang terlibat dalam kegiatan bimbingan.
  2. Tujuan setiap langkah bimbingan dapat lebih jelas dan terarah.
  3. Setiap guru atau petugas bimbingan akan lebih menyadari tugas dan ta nggung jawabnya.
  4. Layanan bimbingan dapat dilaksanakan dengan lebih tertib dan terarur.
  5. Dapat meningkatkan keeratan komunikasi diantara petugas bimbingan yang terlibat didalamnya.
  6. Mampu memberikan kejelasan tentang sarana dan prasarana yang dibutuhkan
  7. Mampu memberikan kejelasan tentang kegiatan bimbingan dalam keseluruhan kegiatan pendidikan di sekolah. (Sunardi, 2006: 6).
Setiap Insan Memiliki Potensi, Tugas Kita untuk Memaksimalkan Potensi Yang dikaruniakan Tuhan
Sumber Gambar:
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgZr0m1AizR4oQfrhhQhFnYnx8vsfCXDkxgYBvGq33Fa0tjxwUJcLBqi2o_4RJwwyk7Rq_eVZ0VLkWXvfDmQFAYSFTuLlr7lGVYEYQ-TZsXpjzKml17LM7Hp0-YDz34M1w0QghQCwblvCx2/s1600/IMG_0001.jpg
            Dalam melaksanakan layanan yang menadirikan. Kita juga harus memegang berbagai prinsip dasar dalam memberikan pelayanan bagi peserta didik berkebutuhan khusus. Prinsip dasar yang dimaksud dijelaskan oleh Edi Purwanto sebagai berikut:
  • Keseluruhan anak (all the children)
  • kenyataan (reality)
  • program yang dinamis (a dynamic program)
  • kesempatan yang sama (equality of opportunity)
  • kerjasama(cooperative)
  • kasih sayang
  • keperagaan
  • keterpaduan dankeserasian antar ranah
  • pengembangan minat dan bakat
  • kemampuan anak
  • model
  • pembiasaan
  • latihan
  • pengulangan
  • penguatan

Selain prinsip tersebut di atas ada juga prinsip lain yang perlu diperhatikan pendidik yaitu:
  1. Prinsip totalitas
  2. Prinsip keperagaan
  3. Prinsip berkesinambungan
  4. Prinsip aktivitas, dan
  5. Prinsip individual.  

            Adapun Contoh layanan bimbingan karir bagi Peserta didik SMALB adalah sebagai berikut ini:
  1. Menilai pentingnya penataan tujuan karir yang realistic dan mengarahkan diri kepada tujuan itu termasuk pemilihan jurusan.
  2. Mengembangkan keterampilan untuk menghadapi kemungkinan terjadinya perubahan.
  3. Mendiskusikan beberapa konflik yang mungkin dialami setelah dewasa.
  4. Menilai perlunya memiliki legalitas untuk memperoleh keamanan dan kepastian kerja.
  5. Mengarahkan dalam penggunaan/perawatan alat-alat keterampilan.
  6. Mengarahkan dalam memilih jenis keterampuilan sesuai dengan bakat dan kemampuan.
  7. Mengarahkan dalam menyimpan hasil karya dan cara pemasarannya. (Sunardi, 2005: 18).

 
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI. 2011. Al- Qur’an Tajwid dan Terjemahannya. Bandung: Diponegoro.
Kementrian Pendidikan Nasional. 2004. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas
Prayitno dan Erman Amti. 2009. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta. 
Sarwono, Sarlito W. 2014. Psikologi Lintas Budaya. Jakarta: Rajawali Pers.
Somantri, Sutjihati. 2012.Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Refika Aditama.
Sunardi. 2005. Pedoman Pelaksanaan Program Layanan Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah Luar Biasa. Bandung: Jurusan Pendidikan Luar Biasa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (Tidak diterbitkan).
Thomson. L. Charles, Rudolph. Linda. B, Henderson. Donna. A. 2004. Counseling Children Sixth Edition. USA: Brooks/Cole.

Minggu, 21 September 2014

PROSES LAYANAN BIMBINGAN & KONSELING PADA SEKOLAH DASAR (SD)

Karakteristik Peserta Didik pada Jenjang Sekolah Dasar (SD)
Banyak karakteristik yang dimiliki oleh anak usia sekolah dasar, diantara karakteristik itu diantaranya dilihat dari sudut pandang perkembangan yang dikaji oleh ilmu psikologi perkembangan. Peserta didik pada jenjang sekolah dasar umumnya dimulai dari usia sekitar 6/7 tahun sampai dengan usia 11/12 tahun. Rentang usia tersebut dalam psikologi perkembanagn dikenal dengan tahap akhir masa anak-anak, oleh karena itu perlu kita mengkaji tahap ini untuk mengetahui karakteristik peserta didik SD dilihat dari proses tumbuh kembangnya.
Hurlock (1980: 146) menjelaskan bahwa pada masa akhir anak-anak diberi label oleh orang tua sebagai usia yang menyulitkan. Hal ini karena pada tahap  ini anak tidak mau lagi menuruti perintah dan di mana ia lebih  banyak  dipengaruhi oleh teman sebaya daripada oleh orang tua dan keluuarga lainnya. Selain istilah penyebutan diatas, orang tua juga memiliki istilah penyebutan lain untuk tahap ini yaitu usia tidak rapih dan usia bertengkar
Jika dilihat dari kacamata pendidik, istilah yang dipakai untuk menyebut akhir masa anak-anak sebagai usia sekolah dasar. Namun bagi para psikolog akhir masa anak-anak dianggap sebagai usia berkelompok. Usia berkelompok adalah masa dimana perhatian pokok anak adalah dukungan dari teman-teman sebaya dan keanggotaan dalam kelompok. (Andrew Mckeever dalam Hurlock, 1980: 147).

Seperti tahap lain pada proses perkembangan, pada usia sekolah dasar (akhir masa anak-anak) ada pula tugas perkembangan yang harusnya terselesaikan secara matang. Adapun tugas-tugas perkembangan yang harus dicapai oleh anak-anak pada masa usia sekolah dasar  menurut Achmad Juntika Nurihsan (2010: 51) adalah sebagi berikut:
  1. Menanamkan serta mengembangkan kebiasaan dan sikap dalam beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
  2. Mengembangkan keterampilan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung;
  3. Mengembangkan konsep-konsep yang perlu dalam kehidupan sehari-hari;
  4. Belajar bergaul dan bekerja dengan kelompok sebaya;
  5. Belajar menjadi pribadi yang mandiri;
  6. Mempelajari keteampilan fisik sederhana yang diperlukan, baik untuk permainan maupun untuk kehidupan;
  7. Mengembangkan kata hati, moral, dan nilai-nilai sebagai pedoman perilaku;
  8. Membina hidup sehat untuk diri sendiri dan lingkungan;
  9. Belajar menjalankan peranan sosial sesuai dengan jenis kelaminnya;
  10. Mengembangkan sikap terhadap kelompok dan lembaga-lembaga sosial; serta
  11. Mengembangkan pemahaman dan sikap awal untuk perencanaan masa depan.
Masa Sekolah Dasar adalah masa anak belajar bersosialisasi
sumber : http://i2.cdn.turner.com/cnn/dam/assets/140315063011-02-malaysia-missing-plane-0315-horizontal-gallery.jpg

Tentunya dalam proses perkembangan yang terjadi, anak-anak tidak sedikit yang mengalami hambatan dan permasalahn yang tentunya membutuhkan penanganan yang baik. Diantara hambatan yang ada misalnya dalam hal pergaulan dengan kelompok sebaya, berbagai kesulitan belajar, dan lain sebagainya. Diharapkan dengan hadirnya konselor dilingkungan sekolah dasar, hambatan yang ada dapat di minimalisir dampaknya sehingga tidak berkembang menjadi hal yang negatif. Jauh dari pada itu, konselor hadir untuk ikut mengembangkan potensi yang dimiliki peserta didik agar dapat berkembang secara optimal.
Jenis Layanan dan Bidang Bimbingan dan Konseling di SD
Kurikulum 2013 melaluai Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Noor 81.A tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum (lampiran IV), mengamanatkan bahwa pelaksana pelayanan bimbingan dan konseling pada SD/MI/SDLB adalah guru kelas. Adapun  layanan orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran, dan penguasaan konten dengan cara menginfulsikan materi layanan bimbingan dan konseling tersebut kedalam pembelajaran mata pelajaran. Untuk peseta didiks kelas IV, V, dan VI dapat siselenggarakan layanan bimbingan dan konseling perorangan, bimbingan kelompok, dan konseling kelompok.
Meskipun pelaksana pelayanan bimbingan dan konseling dibebankan pada guru kelas, namun sekolah dapat mengangkat seorang guru BK/konselor setiap satuan pendidikan untuk menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling. (permendikna No. 81A). Pelayanan yang diberikan di sekolah dasar meliputi layanan orientasi, informasi, penempatana dan penyaluran, dan penguasaan konten dengan cara menginfusikan materi layanan bimbingan dan konseling tersebut ke dalam pembelajaran mata pelajaran. Untuk kelas IV, V, dan VI dapat diselenggarakan layanan bimbingan dan konseling perorangan, bimbngan kelompok, dan konseling kelompok.
Bidang dan jenis layanan bimbingan dan konseling yang diberikan pada dasaranya harus mengacu pada tahap perkembangan dan karakteristik dari peserta dididk. Jadi baik orientasi, informasi dan semua layanan yang diberikan harus mampu membantu siswa untuk beradaptasi dengan lingkungan yang lebih luas di luar rumah si konseli. Selain itu, si konseli dibimbing untuk belajar bersosialisasi dengan mengenal berbagai aturan, nilai, dan norma-norma yang ada di masyarakat dimana ia tinggal.
Achmad Juntika Nurihsan (2010: 52) menjelaskan bahwa materi bimbingan dan konseling di SD termuat ke dalam empat bidang bimbingan, yaitu:
  1. Bidang bimbingan pribadi, membantu peserta didik untuk menemukan dan memahami, serta mengembangkan pribadi yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mandiri aktif dan kretif, serta sehat jasmani dan rohani.
  2. Bidang bimbingan sosial, membantu peseta didik dalam proses ssialisasi ntuk mengenal serta berhubungan dengan lingkungan sosial yang dilandasi budi pekerti luhur dan rasa tanggung jawab.
  3. Bidang bimbingan belajar, membantu peserta didik untuk mengembangkan kebiasaan belajar yang baik dalam menguasai pengetahuan dan keterampilan, serta menyiapkan diri untuk menempuh jenjang selanjutnya.
  4. Bidang bimbingan karier, membantu peserta didik untuk mengenali dan mulai mengarahkan diri sesuai hobi, minat dan bakatnya untuk karier masa depan.

Khusus untuk bidang bimbingan belajar, kita harus benar-benar mengetahui berbagai kemungkinan kesulitan belajar yang dihadapi peserta didik. Martini Jamaris (2014: 38-39) menyimpulkan bahwa ada hubungan antara tugas perkembangan dengan kesulitan belajar yang muncul. Hubungan tersebut disimpulkan sebagai berikut:
NO
Kesulitan Belajar dalam Penuntasan tugas-tugas perkembangan
Kesulitan Belajar Akademik
Membaca/menulis
Matematika
1
Kesulitan dalam memusatkan perhatian
Menghambat kelancaran proses belajar membaca dan menulis
Menghambat kelancaran proses belajar membaca dan menulis angka dan simbol matematika
2
Kesulitan dalam mengingat


2.1
Visual Memori
Sulit dalam menyalin soal yang disajikan
·  Sulit untuk mengingat operasi matematika yang disajikan secara visual
·  Sulit memecahkan masalah matematika yang bersifat multi operasi komputasi
·  Sukar membedakan simbol-simbol matematika
2.2
Auditori Memori
Sukar menyalin bahan bahan yang disajikan secara lisan
Sukar melakukan operasi matematika tanpa bantuan alat tulis (diluar kepala)
3
Kesulitan dalam persepsi


3.1
Persepsi Visual


3.1.1
Figure Ground
Menghilangkan atau menambah kata atau sejumlah kata waktu menyalin atau membaca
·  Sering melangkaui informasi dan masalah yang matematika yang disajikan secara tertulis
·  Sukar mengaplikasikan operasi matematika yang bersifat kompleks
·  Mengalami keukaran dalam operasi matematika secara decimal
3.1.2
Reveral (terbalik dali belakang ke depan atau sebaliknya)
b menjadi d;
s menjadi 2;
p menjadi q;
j menjadi ), serta membalikan susunan kata, misalnya buku menjadi kubu.

3 menjadi ƹ terbalik; membalikan urutan angka 123 menjadi 321.
3.1.3
Invension (terbalik dari atas ke bawah atau sebaliknya)
n menjadi u;
m menjadi w;
6 menjadi 9
3.1.4
Diskriminasi
n menjadi r;
h menjadi n;
sukar memahami simbol sebagai petunuk jalan atau arah atau tempat
Sukar dalam mebedakan koin (uang logam);
3 menjadi 8;
2 menjadi 5;
Sukar rikmemebedakan simbol-simbol matematika.
3.1.5
Spatial
·    Sukar dalam menentukan tinggi dan ukuran huruf
·   Mengalami kesulitan pada waktu menulis diatas kertas bergaris
·  Sukar menulis bilangan decimal
·  Sukar membedakan bentuk-bentuk geometri
·  Sukar memecahkan soal pecahan
3.2
Persepsi visual motorik
Sukar mengikuti gerakan yang ditampilkan pada waktu menulis huruf
·  Sulit menulis angka dengan sejajar
·  Sukar untuk memahami angka ordinal
·  Sukar mengikuti gerakan yang ditampilkan pada waktu menulis angka
4.
Kesukaran dalam proses berpikir
· Sukar dalam melakukan kegiatan yang berkaitan dengan membaca pemahaman
· Sukar untuk mengklasifikasikan benda-benda yang berada di lingkungan sekitar
·  Sukar memahami pola-pola operasi matematika
·  Sukar mengaplikasi-operasi matematika yang telah dipahami dalm pemecahan masalah baru yang merupakan modifikasi dari operasi matematika yang telah diketahui
5.
Kesukaran dalam perkembangan bahasa


5.1
Kesulitan morphologi
Sukar dalam memahami aturan-aturan yang digunakan dalam aturan-aturan dalam penggunaan bahasa
Sukar dalam memecahkan persoalan matematika yang ditampilkan dalam bentuk paragraph tertulis
5.2
Kesuitan phonologi
Sukar mengatur intonasi pada waktu bercakap-cakap

5.3
Kesulitan sintaks
· Sukar memahami struktur bahasa, baik secara aktif dan pasif
· Sukar memahami pertanyaan “Wh question” seperti ”where, what, why, how dan when

5.4
Kesulitan semantic
Sukar memahami makna kata atau kalimat

5.5
Kesulitan pragmatic
Sukar mengunakn bahasa sesuai dengan kebutuhan dalam berkomunikasi

Winkle dan Sri Hasuti (2013:138) meberikan pandangan bahwa bimbingan di SD didasarkan pada tiga pandangan dasar, yaitu bimbingan terbatas pada pengajaran yang baik (instructional guidance); bimbingan hanya diberikan kepada peserta didik yang menunjukan gejala-gejala penyimpangan dari laju perkembangan yang normal; dan pelayanan bimbingan tersedia untuk semua murid, supaya proses perkembangan berjalan lancar. Pandangna yang terakhirlah yang dewasa ini diakui sebagai pandangan dasar yang paling tepat, meskipun suatu unsur pelayanan bimbingan yang mengacu pada pandangan pertama dan kedua tidak perlu diabaikan, misalnya dengan mengerahkan seorang tenaga professional di bidang psikologi anak dan psikiatri anak.
Pandangan ketiga diatas menjamin bahwa pelayanan yang diberikan bersifat komprehensif. Pada pelaksanaanya, pelayanan konseling di SD sangat kuat memerlukan dukungan dari guru kelas yang memang secara dominan lebih lama bersam peserta didik. Etika palayanan dan kesungguhan untuk memahami peserta didik perlu dilakukan guna menjamin terlaksanya program layanan dengan baik.

SUMBER REFRENSI
Hurlock. Elizabeth B.  1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan Jakarta:.Erlangga.
Hasan, Aliah B. Purwakania 2008. Psikologi Perkembangan Islami: Menyingkap Rentang Kehidupan Manusia dari Prakelahiran hingga Pasca Kematian. Jakarta: Rajawali Pers.
Martini, Jamaris. 2014. Kesulitan Belajar: Perspektif, Asesmen, dan Penanggulangannya. Bogor: Ghalia Indonesia.
Nurihsan, Achmad Juntika. 2010. Bimbingan dan Konseling: dalam Berbagai latar Kehidupan. Bandung: Refika Aditama.
Winkle, W.S dan M.M Sri Hastuti. 2013. Bimbingan dan Konseling: di Isntitusi Pendidikan. Eds. Revisi. Yogyakarta: Media Abadi.

Jurusan Bimbingan dan Konseling FIP UNP. 2013. Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan No. 81. A Tahun 2013:Lampiran IV. Tidak diterbitkan: BK FIP UNP.