Diberdayakan oleh Blogger.

Sabtu, 09 April 2016

PUNYA MASALAH? STOP! JANGAN MENYESAL ITU TANDANYA KAMU ORANG YANG “HOKI”.




Masalah, Sesuatu yang mendengarnya saja kita sudah malas.

Mindset Kita Tentang Masalah
            Apa yang terpikir dalam benak kita ketika mendengar kata masalah? Mungkin, kamu langsung berpikir tentang kasus, kondisi buruk, kesialan, kegagalan dan seluruh stigma negative lainnya. Atau justru kita juga berpikir untuk menghindar, membuang, jangan mencarinya, serta berusaha melupakannya? Hal ini wajar ada dalam pikiran, karena pada dasarnya tertanam dalam pikiran bahwa kita mencari hidup yang bahagia, mencari hidup yang penuh kedamaian, dan penuh dengan kesenangan. Semua itu seolah menandaskan bahwa hidup yang demikian adalah “hidup yang tidak bermasalah”.
            Ketika mendengar lontaran kata “waduh siap-siap sengsara kamu, masalah ini” atau ucapan “kamu kok cemberut, pasti sedang ada masalah ya?” seolah artinya masalah selalu menimbulkan kesedihan dan menghadapkan kita pada hidup yang penuh dengan kemuraman. Padahal jika kita sadari, berapa besar kemungkinan ada manusia di dunia ini yang tidak punya masalah? Saya pikir hanya 1 X 10-1000000000000 % orang yang tidak memiliki masalah (alias nyaris TIDAK ADA, ya kalau ada ya pasti mereka yang sudah tidak lagi menjadikan hidup sebagai masalah atau dengan kata lain memiliki gangguan/sakit jiwa yang parah—insanity). Jadi, jika kita memiliki masalah kenapa mesti khawatir, toh bermiliar penduduk bumi yang lain juga memiliki masalah bukan? Bukan hanya kamu satu-satunya, ya gak?
            Lalu sebenarnya apa sih masalah itu? kalau kita melirik-lirik KBI, masalah diartikan dengan soal; persoalan; sesuatu yg harus diselesaikan (dipecahkan) (2008: 991). Jadi KBI melihat masalah sebagi sesuatu yang harus diselesaikan (kalau dipecahkan rasanya gimana gitu, soalnya nanti kalau pecah makin banyak tuh masalah, hehe). Cambridge (2009) melihat masalah (problem) sebagai a situation, person or thing that needs attention and needs to be dealt with or solved (satu situasi, orang, atau hal yang perlu perhatian perlu dihadapi atau diselesaikan). Nampaknya Cambridge dan KBI sepakat melihat masalah sebagai sesuatu yang harus diselesaikan. Lah ko berlawanan dengan pendapat penulis yang mengatakan masalah membawa keuntungan? Eh jangan menyimpulkan terlalu dini (Prejudgment) gak baik lo, nanti infonya sepotong-sepotong Lo Wew.
Penulis juga sepakat lo kalau masalah harus dientaskan atau diselesaikan (bukan dipecahkan ya, hehe maksa Mode ON), namun sebelum diselesaikan mengelola masalah akan membawa banyak keuntungan. Namun yang perlu diluruskan dalam melihat masalah adalah, jangan merasa bahwa kamu adalah orang yang paling bermasalah (menurut anak kekinian “JANGAN ALAY”), please jangan sesekali mengklaim masalah adalah milik kamu seorang, nanti yang lain bisa gak kebagian lo, kasihan kan kalau gak kebagian. Yang kedua masalah bukan untuk dijadikan penghadang kamu, ingat masalah ada untuk dientaskan dan diselesaikan, kalau kamu menjadikan masalah sebagai suatu penghadang dan penghalang, artinya kamu sudah durhaka sama Kamus Bahasa Indonesia dan durhaka sama Cambridge, yang jelas-jelas mereka bilang masalah ada untuk diselesaikan, masih berani kamu nentang kamus? Yang ketiga masalah jangan lantas menjadikan hidup kamu bak gloomy Sunday tapi mari kita lihat sisi uniknya. Nah untuk point terkahir, penulis masih akan jelaskan dalam 6 SKS ya hehe. Jadi sabar untuk terus membaca tulisan ini sampai akhir (INGAT, orang sabar jidatnya lebar. Eh salah orang sabar disayang pacar, hehe).


Mari Berinvestasi dengan Maslah, makin banyak maslah makin untung.
Kamu banyak masalah, berarti kamu orang yang “HOKI” alias beruntung.
Sebelum kita membahas kenapa masalah membawa keberuntungan. Penulis memiliki satu kutipan tentang kondisi insanity yang sebelumnya sedikit disinggung di atas (Coba di intip paragraph 2). Pengertian ‘Gila’ dalam Kacamata Psikologi Klinis Gila (insanity) merupakan istilah hukum yang mengidentifikasi bahwa individu secara mental tidak mampu mengelola masalah-masalahnya atau melihat konsekuensi-konsekuensi dari tindakan-tindakannya. Istilah ini merujuk pada gangguan mental yang serius. Terutama penggunaan istilah ini bersangkutan dengan pantas tidaknya seseorang yang melakukan tindak pidana dihukum atau tidak. (Wiramihardja: 2009).
Nah kenapa penulis memaparkan ini terlebih dahulu? Penulis sudah menyinggung bukan bahwa kalau manusia tidak lagi memiliki masalah atau tidak mampu mengelolanya ia berarti tergolong sebagai orang yang insanity atau gila dalam istilah awam (lihat bagian yang di bold, itu kata ahli lo ya). Masalah ini hadir sebagai test secara berkala kamu masih sehat gak mentalnya. Lah kalau kamu merasa gak punya masalah terus dalam jangka waktu lama, waduh harus mulai waspada itu, berarti kamu sudah lama tidak dicek kondis mentalnya tuh. Ini KEUNTUNGAN YANG PERTAMA dari masslah ya. Masalah = Test kesehatan mental gratis secara berkala, semakin sering kamu punya masalah semakin rutin deh kesehatan mental kamu di cek. Semakin kamu sering menyelesaikan masalah, semakin menandakan kamu orang yang sehat secara mental ya. Dengan begitu masalah sekarang harus dilihat sebagai sebuah karunia dari Tuhan. Ko Karunia sih? Ya iyalah kan masalah bahan test gratisan dari tuhan untuk cek kondisi mental kamu, GRATISAN bukannya itu yang kita selalu cari. Bayangkan kalau kamu terus merasa gak punya masalah, kamu kudu segera periksa ke ahli mental lo (berapa coba biayanya kalau kamu periksa ke pakar atau ahli mental, yang jelas bukan hanya RP. 500 atau Rp. 1000 Saja kan?).
Maslah adalah Test Gratis, dari Tuhan untuk Kita.
 Keuntungan berlipat lainnya jika kamu berinvestasi dengan sering bermasalah (walah kaya promosi dan jualan masalah ini haha) adalah kamu akan terus mengembangkan kecerdasan kamu. Kamu selalu beroda bukan untuk minta kecerdasan? Ngaku deh mulai dari SD bahkan TK atau bahkan dari kamu masih di dalam kandungan sampai dengan sekarang orang terdekat kita dan bahkan kamu sendiri selalu berharap agar Tuhan memberikan kecerdasan, nah sebagai jawaban Tuhan kasih deh kamu masalah supaya kamu cerdas. Bentar, bentar, bentar, apa hubungannya masalah dengan kecerdasan? Penulis suka mengada-ada nih? Eh siapa bilang mengada-ada, ini CIUS Lo.
Jika punya masalah secara otomatis kita akan berusaha untuk menyelesaikan masalah itu (ini kalau yang normal ya, kalau yang insanity penulis gak bahas lo ya). Om Freud sang pakar Psikoanalisa bilang bahwa diri kita pada dasarnya memiliki insting. Tubuh kita, (termasuk didalmnya kondisi mental) menuntut keadaan yang seimbang terus menerus. Tujuan insting ya memang mencari keadaan yang seimbang pada tubuh (Alwisol, 2014:14), sehingga insting orang normal ketika memiliki masalah tentu saja kembali keadaan seimbang seperti sebelum ia memiliki masalah, alias berusaha mencari solusi atas masalah. Pusing dengan penjelasannya? Singkatnya begini deh, kamu normal? (Jawab Ya, jangan diam saja) kalau ya, lalu kamu dihadapkan dengan satu masalah, kamu secara otomastis sebagai manusia normal akan berusaha menyelesaikan masalah tersebut, ya karena memang insting manusia normal begitu adanaya, mencari kondisi seimbang supaya tidak memiliki masalah.
Nah ini dia point pentingnya, ketika kamu memiliki masalah, kamu akan berusaha mencari penyelesaian masalah tersebut. Dan ketika kamu mencari penyelesaian, disini kecerdasan kita bekerja. Bukan hanya kecerdasan secara kognitif, namun juga secara afektif, dan psikomotorik. Sebut saja kamu punya masalah dengan orang tua dimana kamu ingin beli HP baru (padahal seminggu lalu kamu baru beli HP), disana pasti selaku manusia normal kamu akan mencari solusi bagaiaman agar masalah kamu ini bisa diselesaikan. Ya secara kognitif, kamu mungkin memikirkan bagaimana merancang kata, membangun suasana atau mencari hadiah yang paling disenangi orang tua kamu (dalam rangka pendekatan). Lalu kamu mengelola perasaan kamu supaya bisa meyakinkan bahwa kamu butuh HP yang jadi incaran kamu, kamu menunjukan perasaan berharap, perasaan percaya diri, mengelola keberanian, dan berbagai perasaan lainnya. Lah kamu juga pada saat yang sama mengembangkan berbagai kondisi tubuh kamu untuk bergerak dan mengelola perilaku yang memang tidak membuat orang tuamu curiga atau kehilangan feel (bahaya kalau kehilangan feel, yang ada kamu disemprot duluan kan). Nah disanalah kecerdasan kamu di kelola. Contoh tadi hanya CONTOH, bukan untuk di uji coba di rumah ya hehe.
Ketika kita dihadapkan dengan masalah otak kita berpikir, emosi kita dikelola, dan perilaku kita dikontrol. Jika semuanya berjalan dengan baik berarti kamu lulus test (Ingat Masalah = Test kesehatan mental). Namun jika tidak you are failure. Berjalan dengan baik tidak harus kamu goal ya dalam setiap keinginan yang kamu anggap masalah. Namun lulus test dalam arti terselesaikan masalaha dapat berupa kesadaran kamu akan pandangan baru tentang masalah tersebut. Misalnya dalam masalah HP tadi, terselesaikan bukan berarti jika dan hanya jika kamu dapat HP baru, namun juga bisa berupa kamu memiliki kesadaran bahwa HP yang kamu miliki juga belum terlalu buruk dan kamu masih bisa optimalkan pemakainannya (yaiyalah kan baru semingu dibeli). Jadi ingat masalah membawa KEUNTUNGAN KEDUA berupa pengelolaan berbagai kecerdasan dalam diri.
Karena Masalah, aku Semkain Cerdas.
Masalah yang kita hadapi juga ternyata membawa keuntungan lain, yaitu kita belajar untuk lebih dewasa. Kamu sering risih kan jika kamu masih dianggap sebagai anak-anak, bahkan kamu sering mendeklarasikan diri dengan kata-kata “AKU SUDAH DEWASA MAM”, sebagai upaya kamu meyakinkan bahwa ankanya ini sudah dewasa lo. Nah deklarasai semacam itu ternyata tidak terlalu efektif Friends. Coba kamu sendiri bayangkan ada dua teman kamu yang satu bilang bahwa dia bisa naik motor, eh nyatanya pas jalan langsung guling-guling cowboy, dan teman satu lagi tidak bilang apa-apa namun dia menjalankan motor dan menunjukan bahwa dia memang  bisa membawa motor, mana yang akan kamu percayai? Yang kedua bukan, begitupun orang tuamu Friends, percuma jika kita bilang bahwa kita SUDAH DEWASA kalau nyatanya dalam pandangan orang tua kita, kita masih belum mampu menyelesaikan masalah sendiri.
Mana mungkin, orang tua mau percaya kita sudah dewasa, kalau kamu mau berangkat ngampus atau sekolah, kamu masih tanya dimana kaos kakimu, dimana bukumu, dimana tasmu. Lah yang kuliah/sekolah siapa sih, Mamah kamu? Hal-hal sepele seperti itu juga masalah loh friends, masalah sehari-hari (daily problems). Yang sepele seperti itu aja kamu bingung, lah bagaiamna orang tua percaya kepada kamu untuk menyelesaikan masalah kehidupan yang lebih besar yang mungkin menghadang seperti badai berhalilintar ditengah malam yang gelap gulita sunyi sepi sendiri (HAITS GUBRAK). Dengan masalah kita diajarkan untuk lebih bersikap dewasa, untuk belajar mengelola konflik, untuk belajar memanajemen diri, dan juga belajar menngontrol diri. Ketika kamu punya masalah, harusnya kita langsung senang, karena kita memiliki kesempatan untuk menunjukan bahwa aku sudah dewasa. Ini KEUNTUNGAN KETIGA dari masalah.
STOP katakan "AKU SUDAH DEWASA", Cukup buktikan saja.
KEUNTUNGAN KEEMPAT sebagai tambahan point adalah dengan masalah kita jauh lebih dapat bersyukur atas segala keadaan dan nikmat yang kita dapat dari Tuhan. Kamu tentu pernah mendengar bahwa setelah badai berlalu, hari yang cerah atau pelangi yang indah siap menanti kamu. Nah itu ibarat hidup dengan masalah Friends, setelah masalah usai dan kamu bisa menyelesaikannya maka kebahagiaan siap menanti kamu. Coba kamu ingat deh, kamu tentu pernah punya masalah dengan teman ya gak? Namun sadar atau tidak, setelah kita menyelesaikannya dengan baik, kamu akan jauh lebih akrab denga teman kita itu. Teman kamu bahkan akan mengatakan kita sudah melalui senang, sedih, kita sudah belajar saling memahami, saling mengerti, kita belajar mengalah dan menerima satu sama lain jadi dia akhirnya menyimpulkan You are my best friend”. So, inilah keuntungan dari masalah, kamu jauh akan merasakan sesuatu lebih berharga jika kamu pernah memiliki something wrong sebelumnya. Kenikmatannya berganda kalau orang bilang hehe. Kita tahu arti senyuman begitu nikmat karena kita tahu rasanya kesedihan dalam tangisan. Kita tahu indahnya pertemanan karena kita pernah meraskan betapa tidak nikmatnya kesendirian. So kenapa harus takut untuk bermasalah, (Tapi ya jangan juga minta banyak masalah dalam DOA hehe, takut dikasih banyak lalu GUMOH). 
Alhamdulillah, Aku Punya Masalah.
Segitu aja dulu ya keuntungannya masalah bagi hidup kita, ya kalau dijabarin nanti SKS nya bisa nambah 6 SKS lagi hehe. Intinya dibalik masalah masih ada sisi positif yang kita bisa dapatkan, tinggal kamu jeli kaya CONAN untuk melihat sesuatu hikmah dibalik masalah. Masalah harus dijadikan sebagai sarana perbaikan diri, ya itung-itung test berkala dan service mental gratis lah ya. Kita jangan berlarut-larut dalam masalah kalau kamu memang merasa tidak dapat mengentaskannya sendiri, KONSELOR SIAP MEMBANTU KAMU. KAMU BERMASALAH, KONSELOR adalah SAHABAT TERBAIK. Yang penting kita jangan sampai gagal dalam menghadapi maslah, kita harus survive dan melewatinya dengan elegan. So mari kita semangat kawan, apapun masalahnya kita teriakan “MASALAH, NO PROBLEM” (kalau diartikan lucu, masalah, tidak masalah, hihi) , ya gak Friends. (A. Yunus- BK UHAMKA- Jakarta: onlyayus@gmail.com).

Refrensi:
Tim Penyususn Pusat Bahasa. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Cambridge. 2009. Cambridge Advanced Learner’s Dictionary.  Singapore: Cambridge University Press.
Wiramihardja, Sutardjo. 2009. Pengantar Psikologi Klinis (Edisi Revisi). Bandung: Refika Aditama
Alwisol. 2014. Psikologi Kepribadian Eds. Revisi. Malang: UMM Press.
Ibrahim, Marwah Daud. 2003. Mengelola Hidup merencanakan Masa Depan. Jakarta: MHMD Production.

Rabu, 22 Oktober 2014

TANTANGAN KONSELING DALAM PERSAINGAN INTERNASIONAL


Dunia Dalam Gengaman     
Kemajuan teknologi telah dirasakan merambah dalam segala bidang kehidupan. Semua asepk kehidupan sudah tidak lagi dapat dipisahkan dari perkembangan teknologi. Manusia dalam belajar, berlari, makan, minum, bekerja, santai dan segudang aktifitas lain dilayani mesin. Manusia dihadapkan dengan kehidupan serba canggih, seba cepat dan serba dinamis. Penguasaan teknologi menjadi harga mati untuk masuk dan menghadapi persaingan.
Kemajuan juga tidak hanya sebatas pada kehidupan dunia industry saja, dunia pendidikan juga memperoleh kemajuan yan dihembuskan di abad 21 ini. Sistem pendidikan e-learning menjadi jargon yang digaungkan seluruh instansi pendidikan yang ingin bersaing di ranah internasional. Digital conference, digital class, long distant learning, dan berbagi prodak lain ditawarkan untuk menjadi solusi dalam menghadapi keterbatasan ruang dan waktu. Siswa tidak perlu lagi datang ke kelas. Presensi, materi, bahan ajar, tugas, evaluasi bisa dilakukan pendidik dari manapun dibelahan di dunia ini, asalkan mereka terkoneksi ke dalam satu jaringan super luas “internet”. Portable computer, I-Pad, Android, Smart Phone, dan berbagi jenis gadget lain menjadi barang yang wajib dimiliki. Dunia seolah-olah ada dalam genggaman, jari-jari dapat membawa kita berkelana kemanapun ketempat yang kita mau.
Dengan kemajun yang sangat cepat, peserta didik boleh sekolah dimana saja bahkan jauh dari negara tempat dia berada. Sitem Open University dan long distant Learning tadi menjadi solusinya. Batas budaya menjadi bisa dirasakan, batas negara tidak berarti apa-apa selain menjadi batas kedaulatan secara de Jure. Kita dapat mengakses pendidikan dimanapun di sekolah di dunia ini, asal kita mampu bersaing.
Kemajuan dalam pendidikan seperti yang telah dijelaskn tadi tentu membawa dampak dalam dunia konseling. Khususnya konseling dalam dunia pendididkan. Karena keterbukaan begitu terasa dimana-mana, konselor pada akhirnya dihadapkan dengan peserta didik yang majemuk secara budaya. Banyak siswa yang pergi ke luar kota, bahkan pergi ke berbagai negara untuk mencari pendidikan. Banyak diantara mereka yang dapat menyesuaikan diri dengan baik dengan budaya baru di luar budaya asal mereka. Namun, tidak sedikit dari mereka yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan baik. Bahkan ada diantara mereka yang mengalami culture lag (ketertingalan/ketimpagan budaya) (J.P Chaplin, 2011: 120). Mereka tidak hanya tidak mampu menyesuaikan diri namun menjadi sumber masalah karena mengalami pergesekan dengan budaya lain sesama pendatang.
Bagaimana dengan Pelayanan Konseling
Pelayanan konseling menjadi suatu pekerjaan rumah yang sangat besar. Konseling harus mampu juga bertransformasi dalam perkembangan teknologi yang begitu pesat. Isu konseling di dunia maya (e-counseling/ cyber counseling), makin deras dirasakan. Mahasiwa dan pelajar yang melangsungkan pembelajaran jarak jauh (PJJ) tentu akan memiliki keterbatasan waktu untuk bertemu langsung dengan konselor. Jangankan dengan konselor, dengan pendidik dan pengampu mata pelajaran/kuliahpun bisa dihitung dengan jari. Tentu hal ini berdampak besar dalam dunia konselor. Kondisi pembelajaran akan merujuk kepada kondisi yang majemuk, multikultural, dan akan dihadapkan pada perbedaan budaya yag sangat kompleks.
Jika dihadapkan dengan kondisi di atas tadi, konselor harus tetap mampu memberi pelayanan kepada seluruh konseli dari seluruh kebudayaan dan latar kehidupan yang ada. Universalisme pelayanan tetap menjadi acuan untuk mampu dilaksanakan. Konsling yang memahami kondisi latarbelakang kebudayaan konseli menjadi solusi untuk menjamin pelyanan tetap berlangsung dengan baik. Atas kebutuhan ini pula, kemudian lahir studi mengenai konseling lintas budaya. Di Indonesia saja, terdapat lebih dari 1.000 etnis dan 700 bahasa. Dengan demikian naif jika psikologi—dan konseling tentunya—yang diterapkan di Indonesia disamakan dengan masyarakat di belahan dunia lain. (Sarlito W. Sarwono, 2014).
Pemahaman mengenai latar belakang konseli perlu dilakukan secara mendalam dan dilakukan dengan baik oleh konselor. Hal ini tidak menandaskan bahwa konselor harus menguasai dan memahami segalanya mengenai konseli. Yang terpenting adalah konselor memiliki beberapa bekal untuk mampu melaksanakan pelayanan dengan baik. Kemampuan dalam mendalami konseli dari segi budaya dapat membantu konselor memberikan arahan yang tepat. Atas dasar itu konseling lintas budaya menjadi hal yang penting untuk dikuasai oleh konselor (Anak Agung Ngurah A, 2013). Memahami nilai dasr dari budaya konseli mampu menjadi solusi dalam memahami kemajemukan konseli dan merupakan usaha untuk memberikan pelayanan yang terbaik.
DAFTAR PUSTAKA
Chaplin, J.P. 2011. Kamus Lengkap Psikologi Terj. Kartini Kartono. Jakarta: Rajawali Pers.
Adhiputra, Anak Agung Ngurah. 2013. Konseling Lintas Budaya.Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sarwono, Sarlito Wirawan. 2014. Psikologi Lintas Budaya. Jakarta: Rajawali Pers.

Kamis, 16 Oktober 2014

BIMBINGAN KARIER PADA SEKOLAH MENENGAH ATAS/KEJURUAN

Memandang Remaja dari consensus Psikologi perkembangan.
Salah satu jenjang pendidikan pada sistem pendidikan nasional adalah jenjang SMA sederajat. Adapun jenisnya meliputi SMA, SMK, MA, MAK serta beberapa variant lain misalnya SMAK, SMA IT dan sebagainya. Mereka yang berada di jenjang ini pada umunya adalah mereka yang berusia 16 – 19 tahun. Usia ini jika dilihat dari Psikologi Perkembangan berada pada usia remaja akhir menuju dewasa awal. Hvighurst dalam F.J Monk dkk (2002: 24), menjelaskan bahwa tugas perkembangn remaja diantaranya adalah untuk persiapan mandiri secara ekonomis, pemilihan dan latihan jabatan. Artinya remaja harus sudah disipkan untuk mengoptimalkan potensi mereka demi mempersiapkan karier yang sesuai dengan minat, bakat dan kemampuannya.
Achmad Juntika (2010: 42-43) menjelaskan bahwa setidaknya ada sebelas kebutuhan peserta didik menengah atas yag didasarkan pada analisis tingkat pencapain tugas-tugas perkembangan dan lingkungan perkembangannya. Dua diantara kebuthan yang ada ialah kemampuan untuk mengembangkan jiwa wirausaha dan kemampuan untuk mengarahkan potensinya sesuai dengan cita-cita pekerjaannya. Bagi orang dewasa dunia karier dan dunia kerja adalah suatu keniscayaan. Mereka harus berusah memenuhi kebutuhannya dengan usah mereka sendiri. Mereka juga dituntut untuk mandiri secara finansial oleh keluarga dan masyarakat. Bagi orang dewasa, bekerja merukan suatu kebuuhan yang tidk dapat dipungkiri. Dengan berkarier merek diakui eksitensi dan kedewasaanya di mata masyarakat dan keluaraga.
Arus globalisasi membawa dampak yang sangat luas termasuk kedalam dunia kerja. Pilihan karier semakin bergam, jenis, bentuk dan prosedurnya semakin banyak. Namun diasamping itu, persaingan dan kompetensi yang sehat tidak dapat dipungkiri lagi semakin keras dirasakan. Manusia terutama mereka yang sedang berada di tahap perisiapan yang tentu dalm hal ini adalah remaja akhir dituntut untuk bisa mempersiapkan diri dengan baik. Pemahaman dan persiapan karier sebaik-baiknya mejnjadi salah satu modal yang mampu memberikan pembekalan agar dapt berjuang di dunia kerja nantinya.
W.S Winkel dan M.M Sri Hastuti (2013: 645-647) mengungkapkan bahwa ada faktor-faktor pokok dalam perkembangan karier, faktor tersebut ialah:
  1. Perkembangan karier adalah suatu proses yang terkait secara sosiala, artinya perkembangan ini ikut dipengaruhi oleh lingkungan kebudayaan, kondisi ekonomi, kondisi geografis, status kesukuan, status jenis kelamin, dan satus kelompok social (social class membership).
  2. Perkembangan karier bercirikan perubahan. Perubahan ini meliputi perubahan yang terjadi di dalm diri individu maupun perubahan yang terjadi di luar diri individu.
  3. Pilihan karier kerap disertai rasa gelisah dan takut, jangn-jangna dibuat pilihan yang salah.
  4. Terdapat berbagai indikasi bahwa perkembangan karier berlangsung seacar bertahap dan terjadi pergeseran dalam preferensi. Dari memilih golongan jabatan yang berlingkup luas ke memilih jabatan tertentu.
  5. Orang berbeda-beda dalam kemampuan, minat, bakat dan sifat-sifat kepribadian, serta mereka memiliki konstelasi kualifikasi yang memungkinkan mmegang sejumlah jabatan.
  6. Terdapat interaksi antar faktor-faktor internal pada individu sendiri dan faktor-faktor eksternal di luar individu, yang bersifat sangat kompleks.
Setelah memahami dan mengetahui berbagai factor diatas, kita dapat menarik pemahaman mengenai implikasi-implikasi mengenai karier bagi bimbingan dan konseling di institusi pendidikan khusunya sekolah menengah atas. Implikasi tersebut menurut W.S Winkel dan MM Sri Hastuti (2013: 656-658) meliputi hal-hal berikut ini:
1.Perkembangan karier merupakan salah satu segi dari keseluruhan proses perkembangan orang mudadan pilihan yang menyangkut jabatan di masa depan berlangsung selaras dengan perkembangan karier.
2. Pilihan jabatan tidak dibuat sekali saja dan tidak definitive dengan sekali memeilih saja.
3.Konseling karier, yang berlangsung dalam pertemuan pribadi antara konselor dan konseli dan kerap terfokuskan pada permasalahan mengenai pilihan program studi dan/atau pilihan jabatan, akan berlangsung lebih lancer bilamana orang muda telah disiapkan melalui bimbingan karier secara kelompok untuk menghadapi saat-saat harus suatu pilihan dinatar beberapa alternatife.
4. Pendekatan karier dan bimbingan karier tidak dapat dilepaskan dari gaya hidup yang dicita-citakan oleh orang muda bagi dirinya sendiri.
Bimbingan dan konseling yang diselenggarakan tentu harus mampu mewujudkan berbagai kebutuhan seperti yangtelah dikemukakan diatas. Bimbingan dan konseling harus direncanakan dengan matang dan dilaksanakan dengan memperhatikan konsep manajerial layanan. Tujuan bimbingan harus jelas dan terarah. Tujuan bimbingan di SLTA menurut Achmad Juntika N. (2010: 43-44) yang berkaitan dengan pencapaian karier dan kehidupan berekonomi adalah
1. Mempersiapkan kearah kemandirian ekonomi, yaitu penuh perhitungan dalam membeli sesuatu, berusaha untuk menabung, membantu pekerjaan orang tua, berusaha agar studi tepat pada waktunya, memilih kegiatan ekstrakulikulur yang nantinya dapat menghasilkan nafkah;
2.   Memilih dan mempersiapkan suatu pekerjaan, yaitu mampu memilih jurusan yang sesuai dengan cita-cita pekerjaannya, mampu memilih kegiatan ekstrakulikuler yang akan mendukung terhadap cita-cita pekerjaannya, memahami program studi yang ada di perguruan tinggi yang sesuai dengan cita-cita pekerjaanya, memahami jenis kurusus yang akan mendukung cita-cita pekerjaanya, serta memahami syarat-syarat yang diperlukan untuk pekerjaan yang dicita-citakannya.
Bidang isi bimbingan dan konseling karier
            Untuk memahami konseling karier, mungkin kita harus mempehatiakan pendekatan yang diusulkan oleh parson 1990. Ia menulis sebagai berikut:
Didalam pemilihan pekerjaan yang arif, ada tiga factor.
  1. Pemahaman yang jelas tentang diri sendiri;
  2. Pengetahuan tentang syarat-syarat dan prospek di pelbagai maam jalur pekerjaan;
  3. Penalaran yang benar tentang hubungan Antara kedua kelompok fakta ini. (Robert Nathan dan Linda Hill, 2012)
Nuansa layanan diarahkan kearah persiapan peserta didik untuk mencapai kemandirian secara ekonomi (mandiri secara finansial), selain itu juga pesrta didik diberi pemahan untuk memilih dan mempersiapkan diri terjun kedunia kerja. Layanan perencanaan individual (konseling pribadi) dalam bidang karier membahas mengenai wacana/topic-topik perencanaan pekerjaan, perncanaan jabatan, perencanaan kunjungan ke perusahaan-perusahaan, dan perencanaan waktu luang untuk kegiatan yang produktif. Konselor harus berusaha mampu menjaga keharmonisan antar cita-cita, usaha dan tujuan karier dari siswa. Perkembangan karier harus disikapi dengan bijaksan dan dengan penuh keyakinan bahwa dengan persiapan terbaik kesuksesan semakin berpeluang besar dapat kita raih.

DAFTAR PUSTAKA
Monks, F.J., A.M.P Knores, dan S. Rahayu Haditono. 2002. Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Nathan, Robert dan Linda Hill. 2012. Konseling Karier Terj. Helly Prajitno dkk Eds. Kedua. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Nurihsan, Achmad Juntika. 2010. Bimbingan dan Konseling Dalam Berbagai Latar Kehidupan. Bandung: Refika Aditama.
Winkel, W.S, dan M.M Sri Hastuti. 2013. Bimbingan dan Konselin; Di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi.